Sejak kecil aku sudah dibiasakan untuk membantu ayah ibuku. Aku dan adik-adikku diajar untuk taat perintah orang tua. Hal itu membuat kami tidak bisa menolak ketika harus menolong mereka. Hal-hal kecil seperti menyapu lantai, mencuci piring, serta merebus air telah diajarkan kepada kami saat masih duduk di bangku SD kelas 3.
Urusan memasak nasi, sayur, dan ikan baru diajarkan saat duduk di bangku SD kelas 5 dan 6. Hal bukan tanpa alasan.
Tujuan orang tuaku agar kami terbiasa, jika nanti hidup sendiri, kami harus mandiri. Meskipun begitu, orang tuaku tetap bertanggung jawab penuh untuk melakukan semua pekerjaan rumah tersebut. Kami hanya diminta melakukannya, jika perlu.
Sementara untuk urusan pakaian kotor hampir tidak pernah kami cuci. Hanya pakaian kecil seperti kaos kaki sekolah saja. Selebihnya dicuci oleh ayah ibuku. Ayah ibuku selalu saling membantu, jika mencuci pakaian. Maklumlah kami sekeluarga terdapat 7 jiwa. Pakaian kotor pun dapat mencapai lebih dari 2 loyang hitam besar dalam seminggu.
Hal itu terus berlanjut hingga suatu ketika aku mengambil keputusan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (setara SMA) ke kota. Ayah ibuku sempat menanyakan tentang kesiapanku. Apalagi aku belum terbiasa untuk mencuci pakaian. Namun melihat kesungguhan hatiku untuk pergi, maka aku pun diberi izin. Banyak nasihat yang disampaikan oleh mereka kepadaku.
Tiba saatnya keberangkatanku. Aku sangat senang. Sesampainya di sana, aku ditempatkan di asrama sekolah. Segala pekerjaan harus kukerjakan sendiri. Tidak ada ayah atau ibuku yang akan membantu. Mulai dari bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan, masak untuk siang dan malam pun aku sendiri yang melakukannya. Semuanya dapat aku lakukan dengan baik. Hanya saja ada dua hal yang tidak bisa kulakukan yaitu mencuci pakaian, dan membersihkan, memotong, menggoreng ikan.
Aku belum pernah mencuci pakaian atau memotong ikan. Aku tidak terbiasa melakukannya. Setiap kali ibuku memintaku untuk memotong ikan, aku selalu menghindar. Aku selalu memelas kepada ayahku agar ia melakukannya.
Sementara mencuci pakaian, kami dilarang untuk mencuci karena hal itu akan membuat kami kecapaian. Ketika tanganku terkena sabun selama beberapa menit, kulitku terasa perih.
Dan saat menyikat pakaian, jari jemariku ikut tersikat pula. Alhasil jari-jariku berdarah dan beberapa di antaranya berlubang. Kedua telapak tanganku pun terkelupas. Aku tidak kuat menahan sakit hingga aku menangis sambil menyikat semua pakaian itu. Beberapa temanku dan kakak-kakak seasrama pun sontak heran melihatku.
Setiap kali sehabis mencuci, aku menelepon ibuku. Ibuku menyarankanku untuk mengucak pakaian saja. Lagipula aku bukan anak TK lagi yang suka main tanah.