Arah pengembangan ekonomi syariah di Indonesia perlu naik kelas dari kebijakan yang bersifat segmentatif dan ad hoc –sebagaimana representasi fungsi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang sementara, yakni rekomendasi, koordinasi, dan evaluasi– sahaja, akan tetapi perlu mendapatkan ‘bilik khusus’ menjadi kebijakan nasional yang mempunyai posisi dan porsi yang layak dalam garis haluan pembangunan negara jangka panjang. Selain itu fungsi eksekutif juga perlu diupayakan, sehingga mampu merangsang percepatan pembangunan ekonomi syariah yang berkesinambungan dan komprehensif.
Bapak Muhibbudin, dari Divisi Inklusi Keuangan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNKES) dalam rapat tertutup dengan sejumlah lembaga daerah di Kalimantan Tengah berpendapat bahwa dengan paradigma percepatan pembangunan itu dan dengan menilik kondisi faktual ekosistem ekonomi syariah terkini, maka pengembangan sektor keuangan syariah, -dengan memperluas cakupan lembaga perbankan syariah sebagai jantung ekonomi syariah- perlu dilakukan secara penetratif dan inklusif.
Diperlukan lebih dari satu perbankan syariah besar berskala nasional untuk meningkatkan daya saing (competitiveness) pada industri keuangan sehingga produk dan layanan yang diberikan pada masyarakat lebih bersaing dan efisien di pasar keuangan secara umum.
Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dirumuskan oleh pemerintahan Indonesia untuk mencapai ‘Indonesia Emas 2045’ dilakukan secara bertahap dalam empat segmentasi dan graduasi pembangunan. Fokus pada tahapan satu, yakni 2025-2029 adalah ‘Perkuatan Fondasi Transformasi’ (red: Visi) yang diwujudkan dengan hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA), penguatan riset dan inovasi perindustrian, serta produktivitas tenaga kerja.
Menyambut RPJPN tahap 1, Bapak Muhibbudin juga menyebut bahwa transformasi ekonomi syariah perlu dirancang berdasarkan faktor internal-eksternal dan tantangan fundamental yang ditemukan dalam Rancangan MAKSI sebelumnya, tahapan RPJPN 2045 dan Maqashid al-Syariah. Penguatan fondasi ekonomi syariah juga perlu digalakan menjadi lebih baik dengan berlandaskan hukum syariah, kesejahteraan, keberlanjutan, intelektualitas dan kesehatan ekosistem perekonomian.
Fokus ekonomi syariah pada point transformasi adalah transformasi ekonomi dan sosial. Transformasi ekonomi artinya adalah perubahan fundamental dalam struktur, teknologi dan paradigma ekonomi syariah di Indonesia dengan peningkatan produktivitas ekonomi yang mengacu pada kemampuan ekonomi syariah meningkatkan rantai produksinya di sektor riil.
Transformasi sosial artinya perubahan dalam berbagai aspek kemasyarakatan yang meliputi perlindungan sosial, kesehatan dan pendidikan sebagai sarana untuk memastikan setiap individu masyarakat memiliki akses yang adil dan layak terhadap beberapa hak kesejahteraan mereka. Hal ini sesuai juga dengan prinsip Maqashid al-Syariah yakni mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan dua prinsip pembangunan diatas, transformasi ekonomi syariah didasarkan pada empat pondasi untuk memperkokoh tubuh dan perkembangannya kemudian, yaitu: (1) pemerataan ekonomi atau paradigma ekonomi syariah yang inklusif untuk seluruh lapisan masyarakat, (2) Stabilitas Ekonomi dan berkelanjutan, (3) produktivitas ekonomi dengan menjadikan ekonomi syariah mempunyai daya saing skala global dan bernilai tambah lebih dan terakhir (4) perlindungan sosial, yakni ekonomi syariah yang melindungi dan memberdayakan masyarakat pra-sejahtera.
Pengembangan ekonomi syariah juga akan difokuskan pada sektor riil untuk menambah agregat penerimaan negara berbasis halal (PDB Syariah) terutama dari sektor produksi dan jasa. Penggarapan sektor riil yang meliputi delapan sektor, yakni makanan dan minuman halal, pariwisata ramah muslim, pakaian dan fesyen muslim, ekonomi kreatif syariah, farmasi dan kosmetik halal, energi terbarukan, keuangan syariah dan sektor syariah lainnya. Penggarapan secara serius di sektor-sektor ini diharapkan dapat membuat Indonesia menjadi pusat dan kiblat ekonomi syariah dunia.
Bapak Eka Jati (KNEKS) dalam kesempatan yang sama menuturkan bahwa diatas adalah sedikit dari banyak issue yang perlu mendapat perhatian oleh para pembuat kebijakan.
Beliau berharap perlu diperbanyak forum dan pengkajian rekomendasi kebijakan terkait ekonomi syariah dalam skala daerah maupun nasional, dan diharapkan hasil pengkajian tersebut dapat masuk kedalam komponen penyusunan MAKSI mutakhir, Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan kebijakan berskala nasional maupun daerah lainnya.