Lihat ke Halaman Asli

Abdul Azis

Wiraswasta

Surat Cinta untuk Anggraeni; Kau Mencintaiku atau Puisiku

Diperbarui: 9 Oktober 2020   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Anggraeni, melalui surat ini. ingin rasanya hati menghardik kegelisahanmu. Perihal melihat wajahmu yang sedang cemberut kerut rautmu.

Anggraeni, apakah kau sedang sakit hati? Karena seharian aku tak membuatkan satupun puisi tentangmu. Atau malah kau sedang jenuh dengan puisi-puisi yang tercipta dariku?

Anggraeni, tepat tanggal 28 Oktober besok, tepat di hari ulang tahunku, tepat juga kita menjalankan hubungan selama 1 tahun. Tapi sampai saat ini aku masih bingung dengan hubungan yang kuta jalani dengan terjal.

Perihal waktu aku menembakmu, aku membacakan puisi isi hatiku di depan ayah ibu. Sekilas aku melirikmu, kau senyum tersipu malu dan mengangguk tanda setuju setelah ibu memberi restu.

Kau masih ingatkan apa isi puisi yang kubajakan? Kalau kau lupa, sebentar aku masih menyimpan dengan aman. Coba baca lagi ya!

"Anggraeni, Jatuh cintalah pada seorang penulis. Kau akan dia abadikan dalam bait-bait puisi, paragraf-paragraf cerita. Namun kau harus bisa menerima konsekuensinya---
masa lalunya abadi juga.

Jatuh cintalah pada seorang penulis. Namamu akan dia ubah-ubah untuk memakan tempat dalam setiap cerita. Kau akan bisa melihat dirimu dalam setiap dunia yang diciptakannya.

Jatuh cintalah pada seorang penulis, Anggraeni. Semua orang akan tahu seberapa dicintainya dirimu. Tapi juga semua sisi burukmu, dan setiap kesalahanmu.

Jatuh cintalah pada seorang penulis. Sakit hatinya akan dia jadikan mahakarya. Dan kau mungkin akan menjadi sebagian dari kejayaannya. Dia akan menulis tentangmu hingga tak lagi bisa.

Jatuh cintalah pada seorang penulis. Kau akan mulai mempertanyakan apa yang dilihatnya setiap bersamamu; manusia yang dicintainya, atau hanya sekadar bahan untuk menciptakan segumpal aksara."

Setelah malam aku menembakmu dengan puisi waktu itu. Kau selalu meminta aku menulis satu puisi tentangmu. Setiap hari dalam waktu hampir satu tahun, Anggraeni. Jujur, habis kata-kataku untuk memujamu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline