Lihat ke Halaman Asli

Abdul Azis

Wiraswasta

Opera Ibu Pertiwi

Diperbarui: 29 September 2020   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bhaktinusa.id


N : Padi tanpa mata menari sepi. Air mata menyanyi dalam purba tenun. Kesepakatan hanyalah tradisi yang sakral di ujung Tuak.

 Riak berteriak sesak. Amuk rembulan menatang takdir. Pada petang ada tubuh yang hilang berlumur darah.

( Musik klasik dan suara tapis beras, suasana panggung dengan lampu yang mati hidup mati hidup.)

Org 1 : Oh Angin. Di manakah ibu kami. Di manakah kau sembunyikan napasnya ?

( bunyi suling dari luar panggung nuansa sedih )

Org 3 : Oh sepi..Di manakah tawa ibu kami. Di manakah dongeng malamnya ?.

Ibu...
Di sinikah Doa Katamu?

( lampu padam. Suasana panggung gelap.)

Org 1 : Ibu. Kenapa kau biarkan kami mengemis suara kami sendiri.

( Narator langsung masuk )

N : ( bunyi air mengalir ). Rembulan perlahan menampar malam. Dingin mulai gigil di gigi kota. Jeritan suara tangis membunuh kolong jembatan. Redup langkah mencubit debu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline