Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang kaya akan limpahan sumber daya mineralnya. Nikel menjadi salah satu contoh gambaran kekayaan mineral yang berada di Wilayah Indonesia. Bahkan berdasarkan data dari Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), pada tahun 2022 Indonesia menjadi negara pertama yang memiliki jumlah cadangan nikel terbesar di dunia. Jumlah cadangan nikelnya sebesar 21 juta metrik ton.
Limpahnya cadangan nikel di Indonesia membawa angin segar bagi pemerintah dalam melakukan aktivitas perdagangan internasionalnya. Hal itu dikarenakan nikel memiliki nilai ekspor yang sangat tinggi dan dapat meningkatkan devisa bagi negara. Nilai ekspor nikel di Indonesia pada tahun 2021 sebesar US$ 7,09 sedangkan pada tahun 2022 mengalami peningkatan sebesar US$ 8,76.
Melesatnya ekspor nikel di Indonesia disebabkan oleh tuntutan pasar global dalam memproduksi kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Hal itu membuat permintaan nikel di Indonesia melonjak tajam terutama dari negara-negara Uni Eropa. Seiring permintaan yang cukup besar membuat aktivitas penambangan nikel semakin gencar dilakukan. Tentu hal itu jika terus dilakukan akan membuat stok cadangan nikel di Indonesia semakin menipis. Bahkan apabila aktivitas penambangan nikel terus dilakukan maka diperkirakan dalam waktu 7-10 tahun ke depan stok cadangan nikel di Indonesia akan habis.
Urgensi Diterapkannya Kebijakan Larangan Ekspor Nikel
Dalam mengantisipasi stok cadangan nikel yang diperkirakan akan habis, pemerintah memberlakukan kebijakan larangan ekspor nikel per 1 Januari 2020. Kebijakan larangan tersebut dituangkan dalam "Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 tahun 2019 Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara".
Pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan ekspor nikel juga disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti hilirisasi yang telah dijalankan sejak awal tahun 2020. Pemerintah berfokus dalam mendukung hilirisasi nikel guna meningkatkan nilai tambah. Memasuki tahun 2021, hasil hilirisasi dari ekspor nikel mencapai keuntungan sekitar US$ 20,9 Miliar. Kemudian pada tahun 2022, hasil hilirisasi dari ekspor nikel terus mencapai keuntungan yang sangat besar sekitar US$ 33,81 Miliar (504,2 Triliun). Selain hilirisasi, pemerintah memiliki program dalam pembuatan industri baterai kendaraan listrik. Tentu hal itu akan membutuhkan nikel dalam jumlah cukup banyak sehingga pemberhentian larangan nikel dapat dinilai tepat guna memenuhi cadangan dalam negeri terutama pada program pembuatan baterai.
Kebijakan larangan ekspor nikel membuat Uni Eropa kesal dan melayangkan gugatan kepada World Trade Organization (WTO). Uni Eropa melayangkan gugatan tersebut atas kekesalannya terhadap Indonesia. Hampir sebagian besar industri otomotif, pembangunan, dan teknologi yang berada di negara-negara Uni Eropa memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap nikel Indonesia.
Tidak hanya Uni Eropa, Dana Moneter Internasional (IMF) pada tahun 2023 ini juga mengkritisi kebijakan larangan ekspor nikel yang dilakukan oleh Indonesia. Menurut IMF, kebijakan larangan ini mendatangkan rambatan negatif terhadap negara lain. Selain itu, kebijakan larangan ekspor akan mendatangkan kerugian bagi Indonesia pada sektor pendapatan negara dan berpotensi mendatangkan kerugian bagi Indonesia.
IMF meminta kepada Presiden Jokowi agar mempertimbangkan penghapusan kebijakan ekspor nikel dan tidak melanjutkannya kepada komoditas lain. Permintaan IMF tersebut tertuang dalam Dokumen "IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation With Indonesia".
Dalam menyikapi pernyataan IMF tersebut pemerintah turut memberikan responnya. Respon tersebut disampaikan oleh beberapa menteri Jokowi seperti Menteri Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Menteri Keuangan, dan Menteri ESDM.