Beberapa hari terakhir beredar video pidato Cornelis, Gubernur Kalimantan Barat Periode 2014-2018 yang viral di media sosial Facebook. Video itu viral bukan karena isi pidato yang membangkitkan semangat seperti pidato Soekarno, atau yang menyejukkan hati seperti yang sering dilakukan oleh Gus Dur. Tetapi viral karena dipotong, kemudian diunggah dengan menyertakan judul yang provokatif oleh akun Ulfa Nilawati.
"VIRALKAN..."
"Cornelis Gubernur Kalbar menghina Islam dan Melayu sebagai penjajah"
Demikian judulnya...
Tak perlu analisis lebih dalam untuk memahami niat Ulfa Nilawati sebagai pemotong dan pengunggah video tersebut. Terinspirasi dari Pilkada DKI mungkin?
Cornelis adalah Gubernur Kalbar dua periode. Sedangkan puterinya Karolin, saat ini merupakan salah satu calon Gubernur Kalbar periode 2018-2022, dan kandidat yang memiliki elektabilitas paling tinggi diantara calon yang lain.
Menjatuhkan pamor Cornelis dapat memberikan pengaruh buruk kepada elektabilitas puterinya. Begitu strategi mereka.
Lalu bak semut yang tertarik manisnya gula, tak perlu waktu lama untuk melihat masyarakat bereaksi. Setidaknya masyarakat Kalimantan Barat, atau mungkin lebih tepatnya saya sebut "segelintir" masyarakat Kalimantan Barat.
Mengapa hanya layak disebut segelintir? Karena nampaknya mayoritas masyarakat Kalbar lebih tertarik bekerja, mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga, dibanding mengurusi hal tak jelas seperti itu.
Buktinya adalah sampai saat ini tidak terlihat adanya pergerakan massa dalam bentuk apapun. Mengindikasikan bahwa mereka bersembunyi dibalik akun palsu, dan bergerilya ke komunitas-komunitas media sosial untuk membagikan video tersebut tidak mendulang kesuksesan apa-apa, kecuali beberapa orang yang berteriak di internet.
Bahkan tak lama kemudian akun Ulfa Nilawati mendadak hilang ditelan bumi. Takut? Sudah layak dan sepantasnya, karena isi Undang-undang ITE bukanlah aksara roman picisan.