Lihat ke Halaman Asli

Leony Ashram

Terlahir sebagai Wanita Itu Anugerah, Menjadi Pribadi Kuat Itu Berkah

SBY, Mandito Ratu, dan Masa Depan Partai Demokrat

Diperbarui: 15 Januari 2020   10:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nasional.tempo.co

Istilah mandito ratu berasal dari khazanah Jawa yang kurang lebih berarti meninggalkan keramaian dunia (lengser kalenggahan) untuk menjadi pandito (empu/ resi) di tempat yang jauh dari keramaian. 

"Dalam tradisi politik Jawa, raja adalah pusat segala kekuasaan... Satu-satunya kekuatan yang jelas mengambil jarak dari kekuasaan cuma pandito," tulis budayawan Moh. Sobary di harian Jawa Pos (1992), 

"Ratu (raja) berumah di kraton, sedangkan pandito (empu, resi) berumah di angin, di luar struktur kekuasaan raja... Oleh karena itu, mereka ogah dikratonkan. Padepokan memperoleh porsi kekuasaan justru karena pandito tidak berkuasa secara real. Wilayah kekuasaan pandito adalah dunia moral... Pendek kata, pandito merdeka."

Tanda-tanda pak SBY mandito terbaca saat meluncurkan lagu Seruling di Lembah Sunyi di Gunung Geulis, Bogor, tanggal 1 Desember 2019. Ini persis enam bulan sejak berpulangnya Ibu Ani Yudhoyono, pendamping selama 43 tahun pernikahan. Istri dalam bahasa Jawa dikenal sebagai garwo (sigarane nyowo: belahan jiwa). Separuh jiwa pak SBY memang seperti hilang sejak bu Ani menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 1 Juni 2019.

Gunung Geulis dipilih bukan tanpa alasan. Wilayah di kab. Bogor ini terletak di lembah yang jauh dari hingar bingar. "Di lembah sunyi itu sesekali membunyikan seruling, saran dan pandangan yang baik bagi rakyat Indonesia mungkin akan mendengarkan itu," kata pak SBY (kompas.com, 1/12/19).

Pandangan yang baik ini yang kemudian antara lain muncul dalam Pidato Refleksi Akhir Tahun tanggal 11 Desember di JCC, Jakarta. Dalam pidato yang halus namun tetap tajam, pak SBY mengingatkan pemerintah tentang betapa besar harapan rakyat serta berbagai tantangan yang mesti dihadapi pada tahun 2020. 

Sebagai satu-satunya tokoh Indonesia yang pernah menjabat sebagai Presiden dalam dua kali masa jabatan setelah reformasi, pak SBY tahu persis dinamika pada masa jabatan Presiden yang kedua, atau yang oleh sebagian pengamat sering dijuluki sebagai the second term curse.

Pandangan lain muncul saat pak SBY menulis imbauan pada pemimpin AS dan Iran (8/1/20) untuk sama-sama bersikap bijak dan menahan diri, agar dunia tidak terjerumus pada konflik yang bisa membawa pada Perang Dunia III. 

Entah kebetulan atau tidak, pada saat yang hampir bersamaan, Sekjen PBB Antonio Guterres juga berpidato awal tahun dengan pesan yang serupa. Dalam hitungan hari, ketegangan antara AS dan Iran mengalami deeskalasi dan mereda.

Tapi diluar itu semua, pak SBY memilih menarik diri dari hiruk pikuk politik nasional. Ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk berkontemplasi, menulis buku, atau kadang berdiskusi di rumah yang pak SBY-bu Ani bangun bersama di kec. Cikeas, kab. Bogor, alih-alih di rumah yang disediakan negara di Mega Kuningan, Jakarta Pusat.

Jika pak SBY mandito ratu, lalu bagaimana masa depan Partai Demokrat, yang identik dengan pak SBY sejak berdiri tahun 2001 lalu? Arahnya sebenarnya sudah terbaca jauh sebelumnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline