Ibaratnya selipan Breaking News di layar televisi, inilah kabar terkini tentang kepungan asap yang melanda Sumatera, minus liputan terbaru tentang si tua dan si asi di kawasan Kalimantan:
Omelan berjuta rakyat di daratan maupun kepulauan yang masuk zona Sumatera, kayaknya barang rongsokan terbuang ke jurang pembuangan sampah.
Di mana-mana orang bersumpah serapah akibat kepungan asap, agaknya tak perlu dikisahkan lagi. Sudah basi. Pasalnya, jika pun harus berteriak, pada siapa ditujukan. Pejabat pemerintah di Pulau yang dulu disebut Andalas ini juga ikut menikmati bagaimana rasanya menghirup asap.
Atau rakyat yang sudah sesak nafas mau eksodus mencari perlindungan? Tindakan sia-sia. Toh asap setali tiga uang dengan angin. Mau ke mana mau sembunyi. Hanya liang kubur mungkin yang paling aman. Siapa pula yang mau sembunyi di sana.
Kepumgan asap yang sudah memasuki priode bulan kedua, tampaknya lebih baik dicueki ketimbang dimaki-maki. Seraya ngerumpi menganalisis dampak yang terjadi akibat menghirup asap, rakyat sudah malas atau pesimis saat aparat kesehatan membagi-bagi masker dengan dana yang hanya mereka yang tahu sumbernya. Entah sudah berapa banyak masker dibagi cuma-cuma tapi dianggap percuma. Entah sudah berapa banyak pula masker dibeli sendiri di apotik, dipakai sekali lalu dibuang di sembarang tempat.
"Sabar, kita harus sabar, ini cobaan dari Yang Maha Kuasa," kata seorang warga di Balige,Kabupaten Tobasa, Sumut. Ucapan ini sebagai upaya menghibur gerutu warga lain yang mengeluhkan kondisi kesehatan cucunya yang masih di bawah balita.
Warga yang dihibur menyangkal kalau kepungan asap itu cobaan dari Tuhan." Tak saya terima itu, ini adalah ulah manusia dengan bermacam alasan sebagai kambing hitam. ini salah manusia yang tabiatnya memang suka main api."
Salah manusia, atau human error. Tudingan itu juga sudah lama tertangkap antena telinga. Ketika itu benar dan pelaku kesalahan sudah ditangkap, apakah kebakaran hutan sdah bisa dihentikan. Malah makin parah. Itu sih kata seorang warga, sudah tabiat melekat pada manusia. Lihat saja koruptor, makin banyak yang dihukum toh terus terjadi.
Habis, bagaimana. Pertanyaan saya itu dengan enteng dijawab seseorang," Mari kita jangan pernah kehilangan kepercayaan pada pemerintah, apalagi bilang Jokowi seakan tak perduli soal asap. Mari kita rajin membaca koran dan menonton televisi, api terus disirami air kok sampai negara lain seperti Malaysia dan Rusia ikutan heppot (repot) bawa pesawat memadamkan api yang entah tahun berapa akan benar-benar padam benaran."
Ketika Malaysia, Rusia, dan kita (Indonesia) sibuk menyiramkan berliter-liter air di TKP, apa kepungan asap sudah berkurang signifikan?
Ironis!