Lihat ke Halaman Asli

Leonard Pravasandani

Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Indonesia

Pencapaian Sasaran Sektor Kelistrikan Indonesia Melalui Pemanfaatan Sistem PLTS

Diperbarui: 27 Februari 2022   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Referensi Bauran Energi dan Pengembangan EBT (Sumber: Kementerian ESDM)

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki beranekaragaman kultur. Indonesia memiliki 16.056 pulau yang tersebar di 34 provinsi dan meliputi 75.000 desa dengan total penduduk sebesar 271 juta. Berdasarkan data tahun 2019 Indonesia memiliki nilai GDP sebesar Rp16.000 Trilyun dengan besar konsumsi listrik 1.039 kWh per kapita. Angka konsumsi listrik tersebut hampir sama dengan negara India. Hal tersebut dikarenakan konsumsi energi India lebih besar dibandingkan Indonesia melalui aktivitas industrial. Konsumsi listrik per kapita berhubungan dengan tingkat kemakmuran penduduk sebuah negara. Namun, Indonesia memiliki peluang untuk bersaing dan meningkatkan konsumsi listrik per kapitanya.

Visi tersebut dapat dicapai melalui sasaran strategis yang telah dibuat oleh Kementerian ESDM. Terdapat lima pilar utama yaitu keberlanjutan, keandalan, ketersediaan, keadilan dan keterjangkauan. Pilar pertama yaitu keberlanjutan memastikan bahwa energi yang dikembangkan merupakan energi yang bersih dan baru terbarukan untuk menyokong pertumbuhan yang kontinu. Pilar kedua yaitu keandalan memastikan bahwa listrik yang didistribusikan tetap stabil tanpa terjadinya sebuah pemadaman baik blackout maupun brownout. Pilar ketiga yaitu ketersediaan, hal ini bersinggungan dengan ketahanan nasional untuk memastikan perekonomian Indonesia tetap berlangsung. Pilar keempat yaitu keadilan merupakan pemenuhan dari Pancasila sila kelima terkait pemenuhan hak asasi manusia untuk mendapatkan akses listrik. Pilar kelima yaitu keterjangkauan memastikan bahwa listrik yang diperjual belikan tidak membebani rakyat Indonesia.

Sasaran Sektor Kelistrikan Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM)

Visi tersebut dapat dicapai melalui sasaran strategis yang telah dibuat oleh Kementerian ESDM. Terdapat lima pilar utama yaitu keberlanjutan, keandalan, ketersediaan, keadilan dan keterjangkauan. Pilar pertama yaitu keberlanjutan memastikan bahwa energi yang dikembangkan merupakan energi yang bersih dan baru terbarukan untuk menyokong pertumbuhan yang kontinu. Pilar kedua yaitu keandalan memastikan bahwa listrik yang didistribusikan tetap stabil tanpa terjadinya sebuah pemadaman baik blackout maupun brownout. Pilar ketiga yaitu ketersediaan, hal ini bersinggungan dengan ketahanan nasional untuk memastikan perekonomian Indonesia tetap berlangsung. Pilar keempat yaitu keadilan merupakan pemenuhan dari Pancasila sila kelima terkait pemenuhan hak asasi manusia untuk mendapatkan akses listrik. Pilar kelima yaitu keterjangkauan memastikan bahwa listrik yang diperjual belikan tidak membebani rakyat Indonesia.

Kebijakan Energi dan Ketenagalistrikan (Sumber: Kementerian ESDM)

Pencapaian dari sasaran tersebut dapat dilakukan dengan mengimplementasikan solusi energi baru terbarukan. Eksekusi dari implementasi tetapkan oleh Kementerian ESDM dalam Kebijakan Energi dan Ketenagalistrikan. Indonesia memiliki target berdasarkan penurunan RUU EBT pada began alur penyelarasan strategi perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek yang diimplementasikan pada UU No.30/2007: Energi. Hingga tercetus Peraturan Pemerintah No.79/2014: Kebijakan Energi Nasional artikel 9 mencantumkan nilai porsi bauran EBT sebesar 23% untuk tahun 2025 dan sebesar 31% pada tahun 2050. Indonesia memiliki potensi EBT sebesar 417,8GW dengan potensi energi matahari sebesar 207,8GW. Sehingga, pencapaian tersebut dapat terwujud dengan mengutilisasikan potensi EBT tersebesar yang dimiliki oleh Indonesia yaitu tenaga surya.

Potensi EBT di Indonesia (Sumber: Gerilya KESDM)

Jenis-jenis sistem PLTS (Sumber: Gerilya KESDM)

Utilisasi dari energi surya dapat dibedakan menjadi dua tipe implementasi sistem PLTS yaitu terhubung dengan jaringan PLN (on-grid) atau tidak terhubung dengan jaringan PLN (off-grid). PLTS on-grid ini dibedakan menjadi dua yaitu secara terpusat dan terdistribusi. Sistem yang terpusat berarti pembangkit listrik akan terhubung dengan jaringan transmisi sehingga sistem harus mengkonversikan arus DC ke AC terlebih dahulu. Sistem yang terdistribusi berarti akan ada banyak sistem dengan ukuran kapasitas kecil terdistribusikan pada lokasi yang berbeda sepajang jaringan listrik pusat.

Sistem PLTS off-grid (Sumber: Gerilya KESDM)

Sedangkan untuk sistem PLTS off-grid biasanya tidak terhubung jaringan listrik dan mengutilisasikan penyimpanan melalui baterai sehingga pasokan listrik tetap stabil. Sistem PLTS off-grid hanya menghasilkan daya DC. Oleh sebab itu energi yang dihasilkan relatif kecil dan hanya digunakan untuk sistem rumahan dengan daya 20Wp sampai 1.000Wp. PLTS off-grid ini juga ada yang tipe hibrida. Tipe PLTS-hibrida off-grid mengutilisasikan sumber daya tambahan umumnya pembangkit listrik berbahan bakar diesel. PLTS-hibrida off-grid akan diimplementasikan jika kebutuhan daya dari sistem lebih dari 1kW. Terakhir merupakan tipe PLTS mini grid yaitu jaringan listrik kecil yang dapat mensuplai energi untuk sebuah pulau kecil, bangungan terpencil, maupun desa.

Masing-masing implementasi sistem PLTS dapat memenuhi berbagai macam kalangan masyarakat. PLTS on-grid akan cocok untuk diimplementasikan di perkotaan. Sedangkan PLTS off-grid akan cocok untuk diimplementasikan di daerah yang belum tersambung dengan jaringan listrik PLN. Implementasi solusi PLTS ini hanya dapat dijalankan jika sudah mengetahui terkait peranan pemangku kepentingan dari pengadaan listrik yang terdapat di Indonesia.

Pemangku Kepentingan Ketenagalistrikan Indonesia (Sumber: Kementerian ESDM)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline