Lihat ke Halaman Asli

Begu Dalam Batak

Diperbarui: 20 April 2021   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada satu masa penyakit misterius melanda Tanah Batak. Ratusan ribu nyawa melayang karena pandemi begitu cepat dan ganas. Orang Batak menyebutnya: Begu Attuk.

Mengapa disebut Begu Attuk? Begu artinya hantu, Attuk berarti memukul. Jika diterjemahkan Begu Attuk sama dengan hantu yang terus-menerus memukul. Gejalanya adalah muntah-muntah dan buang air besar yang hebat. Yang mengalami penyakit ini, mengalami derita kesakitan seperti dipukul pada bagian perut. Pada awal kemunculannya, Begu Attuk disebut-sebut sebagai penyakit kutukan. Setiap tahun datu atau dukun kerap memimpin upacara penolak bala akibat wabah Begu Attuk. Vergouwen, seorang ahli berkebangsaan Belanda, tahun 1927-1930, pernah betugas di Tapanuli, menyebut bahwa Begu Attuk adalah sebutan orang Batak untuk penyakit KOLERA dan PES.

Momok yang menakutkan bagi orang Batak itu muncul akibat perang Padri tahun 1818. Dalam pertempuran, pasukan Padri jauh lebih unggul karena menggunakan pasukan berkuda yang dapat bergerak cepat sehingga menyebabkan lebih 200.000 orang Batak tewas. Banyak mayat yang bergelimpangan tidak sempat dikuburkan dan dibuang begitu saja ke sungai karena sengitnya perang Padri sehingga tidak ada kesempatan untuk mengubur mayat dan akhirnya dibiarkan saja busuk sendiri.

Bangkai manusia korban perang sebahagian dibuang ke Sungai Batangtoru, dimana sungai tersebut merupakan induk dari beberapa anak sungai dan menjadi sumber air bagi penduduk di Pahae dan Silindung. Akibatnya, sungai tersebut tercemar dan menyebarkan penyakit yang buntutnya menimbulkan pandemi kolera, dan menyusul wabah pes atau sampar. Petaka ini menyebabkan berkembangnya penyakit di seluruh tanah Batak. Para dukun pun kelabakan mencari cara menyembuhkan penyakit ini.

Menurut beberapa ahli dalam tulisannya, dari 800.000 orang Batak meliputi Pahae, Silindung, Humbang, dan Toba, yang tersisa hanya 200.000 orang akibat perang Padri dan Begu Attuk. Pandemi kolera dan sampar ternyata jauh lebih berbahaya daripada serangan pasukan Padri. Namun nyata Begu Attuk tidak pilih buluh dan tidak tebang pilih, ikut menyasar bala tentara Padri. Penularannya menggerogoti pasukan Padri sehingga tidak mampu bertahan menghadapi serangan wabah yang mengancam mereka. Akhirnya pasukan Padri pun hengkang dan lari terbirit-birit dari tanah Batak karena serbuan sadisnya 'jenderal alam', Begu Attuk. Akhirnya perang Padri pun dihentikan. Fakta membuktikan bahwa perang Padri yang haus akan darah dan kekuasaan dihentikan oleh setan mikroskopik. Pasukan Pandri banyak yang semamput dan lari ketakutan oleh sadisnya Begu Attuk.

Narasi ini tidak bermaksud mengajak pembaca memercayai dunia perhantuan maupun dunia perdukunan karena isu ini terbilang pelik untuk dibicarakan karena sulit dibuktikan namun tak sedikit yang percaya. Namun demikian, di zaman modern masih ada yang percaya kemampuan dukun, baik untuk keperluan pengobatan, penglaris dagangan atau usaha supaya kaya, menaikkan pangkat atau mengamankan jabatan di kantor, memenangkan pilkada, pileg, pilkades, sampai membuat seseorang sakit atau mati.

Deskripsi dalam narasi ini harus dipandang dalam konteks pandangan antropologi-budaya serta fenomena sosial, sehingga tak relevan dikaitkan dengan doktrin agama. Pada masa pandemi Covid-19, yang dibutuhkan saat ini adalah rasa persaudaraan dan persatuan. Jadilah bagaikan oase di padang gurun, memberikan dampak yang menyejukkan. Meski sudah divaksin, harus tetap taat protokol kesehatan, jika abai mungkin bisa disebut Begu Attuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline