Lihat ke Halaman Asli

Diskusi dengan Puslitbang PU dan Masalah LSM-LSM yang Green

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Sangat senang kami bisa diskusi yang mendalam pada 7 Oktober 2014 dan saling mengetahui rangka pikiran masing-masing. Perlu saya jelaskan/tanggapi masalah pertanyaan yang diajukan kawan-kawan sebagai berikut :

Kawan-kawan di Puslitbang PU menyampaikan pendapat mereka,

1. Mereka kawatir dengan adanya jalan layang khusus motor dan sepeda, estetika kota terganggu.

2. Ketika berjalannya jembatan Suramadu (dan Tol Bali Mandara), LSM merasa kecolongan, kok membolehkan motor masuk tol. Salah satu alasan mereka melarang motor masuk tol adalah jika kecelakaan pengendara motor bisa mati. (padahal jalur tol motor terpisah dari jalur tol mobil)

3. Mobil dan motor tidak GREEN, untuk mengurangi buangan emisi polusi, harusnya pemerintah MEMAKSA rakyat naik kendaraan umum, meminimalkan mobil dan motor pribadi.

4. Setiap membuat jalan tol, jumlah mobil langsung naik.

5. Jika membuat jalan layang khusus motor, penghuni disekitar jalan layang, akan kekurangan sinar matahari, dan akan diprotest oleh penduduk sekitarnya (mungkin juga LSM juga akan protes). ada yang saran, cukup satu lantai (seperti tol ringroad sekarang) sehingga tidak menutup sinar matahari.

Saya menjawab :

Masalah Estetika saya sampaikan sama sekali bukan jadi hambatan karena masalah ini bisa diselesaikan oleh arsitektur. Dengan adanya Jalan Layang Khusus Motor dan Sepeda tidak akan memperburuk Estetika kota Megapolitan. Bahkan lebih cantik dari sistim busway.

Masalah sinar matahari yang tidak tembus, mengganggu hak sinar matahari di rumah -rumah yang berdekatan dengan Jalan Layang khusus motor dan sepeda. Jalan layang yang arahnya dari timur ke barat, yang searah dengan matahari terbit dan terbenam, tidak mengurangi sinar matahari untuk tetangganya. Jalan layang yang arah dari utara ke selatan, kita bisa membangun Jalan layang khusus motor dan sepeda dan memilih diatas jalan yang agak lebar (15 meter keatas) sehingga tidak ada problem kekurangan sinar matahari (karena tinggi dari Jalan Layang khusus motor dan sepeda hanya 12,5 meter). Sebetulnya ketinggian dari Jalan layang khusus motor dan sepeda tidak lebih tinggi dari Ruko 4 lantai. Justru bentuk tinggi kurus ini tidak mengurangi sinar matahari untuk rumah di sekitarnya.

Jika Jalan layang khusus motor dan sepeda dibuat tidak bertingkat, akan sangat memakan space ruangan (karena merentang lebar). sehingga tataruang yang digunakan seakan-akan hanya dibangun jadi 2 lantai, tidak effisien, padahal 4 lantai tidaklah terlalu tinggi. bila dibangun 2 lantai, maka bearti kita tidak membuat ruang parkir dan ruang PKL (kedua unsur ini sangat berperan penting dalam mengurai kemacetan). Jika dibangun 1 lantai, maka memakan space 5 meter + 2,5 meter = 7,5 meter. Jika 3 lantai, maka total 12,5 meter. Space bawah harus dipersiapkan setinggi 5 meter, karena kendaraan tertinggi (bus tingkat, kontainer) adalah 4,2 meter)

Soal green city, saya setuju sekali, tapi saya tidak setuju jika ide 100% green menghambat kemajuan bangsa kita. Begini, kita hidup di jaman yang hidup sangat bergantung pada electric, motorisasi serta effisiensi. produk Indonesia sering kalah bersaing dengan luar negeri karena kita kalah tehnologi dan buruh kita masih dalam taraf kebiasaan hidup di dunia perdesaan, tidak menghiraukan effisiensi kerja. Kita kekurangan electricity sehingga terjadi bottole neck di produksi. kita menghabiskan waktu yang berlebihan di perjalanan, sehingga effisiensi kerja tidak menonjol. Saya ambil contoh ketika saya bertugas di Hongkong, sehari saya bisa visit 4-6 customer, tapi di Jakarta, paling banyak sehari hanya bisa menyelesaikan 2 item. Penyebabnya? Jalan Super Macet. Seorang executive di Hongkong walaupun gajinya tinggi 2-3 kali lipat dari gaji orang Indonesia, tapi dia effisien dalam bekerja, sedangkan walaupun kita mempunyai taraf gaji yang rendah, tapi sehari hanya bisa meyelesaikan 2 case, maka biaya per pekerjaannya jadi mahal. Rata-rata kita menghabiskan waktu 4 jam per hari dalam perjalanan.

Negara yang kalah dalam persaingan, bukan bearti hanya kalah begitu saja, sumber alamnya bisa dirampas oleh negara lain (contoh gas, minyak bumi dan emas di freeport), jika kalah, kita bisa dilindas. Bukan dilindas menjadi negara jajahan militer, tetapi dalam bentuk jajahan ekonomi. Untuk menjadi negara yang kuat dan maju, kita harus masuki abad electricity, effisiensi dan motorisasi. hidup di desa yang green, tidak lebih baik daripada hidup dikota yang energic, effisien. Saya heran para LSM Green mengapa tidak hidup ditengah gunung, mengapa hidup di kota Megapolitan? Mengapa para LSM GREEN tidak hidup ditengah hutan dan gunung saja?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline