Lihat ke Halaman Asli

Mampukah Arab Saudi Bertahan?

Diperbarui: 14 Februari 2016   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Riyal_sumber_sputniknews.com_"][/caption]Saat ini tokoh utama panggung Timur Tengah bukanlah Suriah, Yaman, ataupun Iran, namun Arab Saudi. Peran yang menarik, paska negeri Al Saud yang secara frontal melawan dominasi Iran serta kekuatan Rusia dan China.

Menarik, itu jelas, Saudi menggaungkan perang ekonomi global melalui kampanye penurunan harga minyak dunia. Negera tersebut ogah memotong kuota produksi minyaknya untuk mendongkrak nilai emas hitam.

Tak hanya itu, Saudi dengan kekuatan militernya menyatakan perang terbuka pada kekuatan yang didukung Iran, terutama Al Haouti Yaman. Begitu pula dukungan bagi oposisi di Suriah, serta dorongan pada elemen yang berseberangan dengan Hezbulloh Libanon.

Manuver gurun dilakukan Saudi pada Rusia, kekuatan besar di belakang Iran, menantang kebijakan Vladimir Putin di Timur Tengah. Permainan siapa tahan panas. Ya, dengan jatuhnya minyak ekonomi Rusia berantakan, begitu pula tantangan Saudi membawa laskar Arab untuk berperang di Suriah.

Sejujurnya, dalam permainan tahan sakit, kampanye agresif Saudi juga bepengaruh pada dirinya sendiri (Self Destruct). Perlahan tapi pasti, ekonomi Saudi turut tergugat, begitu pula secara militer, jika terjadi salah manuver dapat dipastikan Timur Tengah akan terjebak dalam dekade perang darah.

-Tantangan Ekonomi Saudi-

Sebagai negara dengan 90 % pendapatan berasal dari ekspor energi, dipastikan rendahnya harga minyak dunia turut merugikan Arab Saudi. Meski strategi "saya sulit, kamu lebih menderita" lumayan sukses, namun beberapa indikator menjadi ancaman bagi Saudi.

Pada 2015 Saudi mengalami defisit neraca belanja negara, tak tangung-tanggung nyaris 100 miliar Dolar, tepatnya 97,9 miliar Dolar. Tepuk tangan meriah dari semua seteru Saudi.

Beberapa analis internasional memprediksi Arab Saudi diambang ketumbangan, apapun motivasi analisis tersebut, mereka melakukan penilaian berdasarkan realitas faktual. Bahkan terdapat analisis IMF yang menyatakan Saudi akan bangkrut pada 2020 jika tak mengantisipasi defisit.

Januari lalu, Mohammad bin Salman, memberi sinyal bahwa akan menjual sebagian kepemilikan perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco. Tentunya menjadi senjata bagi lawan Saudi menyatakan negara tersebut mulai kolaps.

-Adaptasi Saudi-

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline