Pemerintah sebaiknya segera melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 4 tahun 2017 yang diberlakukan pada 17 Februari 2017 lalu. Permenkes Nomor 4 tahun 2017 ini merupakan perubahan atas Permenkes nomor 52 tahun 2016 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dimana Permenkes nomor 4 tahun 2017 mengubah isi Pasal 25 Permenkes no. 64 tahun 2016 yang baru ditandatangani tanggal 23 Nopember 2016 lalu.
Dalam pasal 25 Permenkes nomor 52 tahun 2016 diatur bahwa biaya yang harus ditanggung pasien JKN bila menginginkan naik klas perawatan dari klas perawatan yang menjadi haknya adalah harga selisih biaya kamar inap. Namun, dalam Permenkes nomor 4 tahun 2017 pembayaran tambahan biaya dibebankan sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari tarif INA CBG kelas yang menjadi haknya.
‘Keinginan’pasien untuk naik kelas perawatan ke kelas di atasnya termasuk ke VIP adalah ketika kamar perawatan yang menjadi haknya pasien JKN dinyatakan penuh oleh pihak rumah sakit. Dalam kondisi pasien yang sangat membutuhkan kamar perawatan, biasanya pasien akan ditawari oleh pihak RS untuk naik kelas perawatan dengan skenario atas kemauan pasien sendiri. Kemudian pasien JKN harus membayar selisih biaya tanpa kepastian hitungannya di awal. Pasien akan disuruh bayar selisihnya pada akhir perawatan sebelum pulang, hal ini menjadi hal yang kurang menyenangkan tentunya.
Penulis menilai kehadiran Permenkes nomor 4 tahun 2017 merupakan salah satu cara pihak Rumah Sakit untuk mengutak-atik tarif INA CBGs yang belum masuk di harga keekonomian, menurut mereka, dan harga ini kemudian dibebankan kepada pasien JKN.
Menurut penulis, Perubahan Permenkes nomor 64 tahun 2016 menjadi Permenkes nomor 4 tahun 2017 tentunya tidak lepas dari loby-loby asosiasi rumah sakit yang merasa belum sesuai dengan hanya pembayaran selisih kamar VIP dan kelas 1. Pembayaran tambahan biaya sebesar 75% dari tarif INA CBGs kemudian menjadi win-win solutionantara Pemerintah dan pihak rumah sakit. Sementara pasien sendiri tidak ikut sebagai pihak yang ‘win’ tentunya. Tidak menutup kemungkinan kedepannya, Rumah Sakit akan lebih senang membangun kamar VIP daripada kelas perawatan 1, 2 dan 3 dengan perhitungan kelas VIP lebih menguntungkan.
Perubahan pada Permenkes nomor 52 tahun 2016 sebanyak dua kali (menjadi Permenkes No. 64/2016 dan permenkes No.4/2017) menunjukkan bahwa keinginan pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat hanya jargon. Selain itu, ketidakjujuran BPJS Kesehatan kepada peserta JKN terlihat dari tindakan yang dilakukan secara jelas melanggar perintah Pasal 15 ayat 2 UU No. 40 tahun 2004 yang menyatakan BPJS wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.Lebih lanjut, Permenkes terlihat sangat mudah untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan tertentu tanpa memikirkan kepentingan rakyat banyak yaitu peserta JKN. Peserta JKN pada akhirnya menjadi korban dari persekongkolan Kemenkes dan Rumah Sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H