Hari Jumat, 24 Agustus 2012, seekor Orangutan (Pongo pygmaeus) masuk ke pemukiman penduduk di Desa Wajok Hilir, Kecamatan Siantan, Kabupaten Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat. Kedatangan salah satu primata yang dilindungi undang-undang tersebut ternyata tidak mendapatkan sambutan hangat dari penduduk setempat. Tim BKSDA yang didampingi WWF Kalimantan Barat didatangkan untuk keperluan evakuasi. Entah bagaimana ceritanya, setelah beberapa kali upaya evakuasi gagal, kemudian warga membakar pohon tempat berdiam Orangutan tersebut. Cara ini pun ternyata malah menjadi tragis, karena Orangutan yang nampak ketakutan tersebut akhirnya nyaris terbakar. Evakuasi satwa liar yang dilindungi undang-undang tersebut telah memakan waktu hingga 4 hari lamanya. Berbagai upaya dicoba untuk membuat seekor Orangutan turun tidak membuahkan hasil. Orangutan yang sejak lahir telah terlatih untuk bergelantungan di pohon malah berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain. Primata unik khas Pulau Kalimantan tersebut malah memakan buah-buahan yang ditanam oleh warga setempat. Berulangkali ditembakkan peluru bius, tetapi hanya membuatnya tertidur di pohon (Vivanews, 27 Agustus 2012). Proses evakuasi pun menjadi semakin sulit. Sempat pula dikagetkan dengan petasan, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Upaya lain bahkan telah dicobakan dengan memanggil 'dukun' untuk membuat ritual agar primata unik tersebut turun (menurut), tetapi gagal. Entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba warga memiliki ide untuk membakar dahan dan dedaunan yang menjadi tempat berpijak Orangutan tersebut (Vivanews, 27 Agustus 2012, 13.03). Akibatnya sangat fatal. Merasa panik, Orangutan bukannya turun dari pohon, tetapi malah kebingungan, sehingga menjadi terkena sambaran api. Kita tahu sendiri, hampir sebagian besar tubuh Orangutan ditumbuhi oleh bulu (rambut) yang cukup panjang, bahkan tergolong paling panjang di antara bangsa primata saat ini. Pembaca dapat menyaksikan sendiri video beritanya di bawah ini. http://www.youtube.com/watch?v=nH9QptXRK7Q&feature=youtu.be Sumber: Sumber: MetroNews (Senin, 27 Agustus 2012, 10.15 WIB) Orangutan yang ketakutan tersebut akhirnya bisa dipaksa turun, berkat gagasan/ide warga untuk membakar dahan pepohonan. Bagaimana tidak, dalam kondisi luka bakar hampir 70% tentu akan membuat siapa saja akan lemas (tidak berdaya). Ironisnya, apa yang dilakukan oleh tim evakuasi BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) dan tim WWF Kalbar? Mengapa mereka mendiamkan tindakan warga membakar dahan pepohonan yang menjadi sarang Orangutan tersebut? Mereka hanya berkomentar, hewan tersebut cukup beruntung masih bisa selamat. Dengan luka bakar yang diperkirakan hampir 70% sebenarnya bisa dikategorikan dalam kondisi kritis. Kebetulan ada pihak yang peduli untuk mengedarkan foto-foto ini di internet. Penulis akan membagikan foto-foto hasil tindakan tidak terpuji tersebut kepada pembaca.
Sumber foto: Kaskus (http://www.kaskus.co.id/showthread.php?t=16144035) Menurut pihak WWF Kalimantan Barat, Orangutan tersebut diperkirakan berasal atau datang dari Sungai Rasau, Pasak Tiang, dan Sungai Ambawang. Primata tersebut diduga kuat pula keluar dari rumah alaminya yang semakin menyusut, bahkan bisa dikatakan memiliki luas yang tidak ideal lagi bagi mereka. Apalagi jika bukan untuk mencari sumber makanan, karena rumah alami yang diharapkan menjadi pemasok makanan justru telah diserobot untuk keperluan perkebunan dan pertambangan (Vivanews, Senin, 27 Agustus 2012, 02:42). Mengingat telah kehilangan habitat alaminya yang terdesak oleh ulah manusia, Orangutan tersebut masuk ke pemukiman warga untuk mencari makanan. Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sebenarnya telah menetapkan standar lahan konservasi yang telah diperhitungkan aspek pelestariannya. Dalam hal ini, pemerintah daerah setempat diwajibkan untuk mengelola dengan alokasi dana dari pemerintah pusat. Misalnya saja disebutkan, populasi Orangutan di Kalimantan Barat tersisa 4.000 ekor. Itu berarti telah disediakan kawasan konservasi khusus yang akan mencukupi makanan mereka dengan luas tertentu. Kehilangan bagian luas dari kawasan tersebut akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem yang berarti pula akan mengancam ketersediaan sumber makanan alami bagi Orangutan. Tragedi Orangutan kali ini semakin menunjukkan betapa rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan. Mereka sama sekali tidak mengenal perilaku satwa primata unik khas Pulau Kalimantan. Jenis Pongo pygmaeus hanya terdapat di Pulau Kalimantan. Ada dua macam sub spesies yang seluruhnya berada di wilayah NKRI. Orangutan termasuk satwa yang memiliki perilaku pemalu (tertutup). Seorang pengasuh Orangutan asal Belanda pernah mengungkapkan, butuh waktu berhari-hari melakukan pendekatan agar Orangutan yang liar bisa ditundukkan. Banyaknya masyarakat yang menonton menjadi penyebab Orangutan tersebut enggan turun (pergi). Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) sudah cukup jelas dan banyak diketahui masuk ke dalam daftar satwa yang dilindungi. Payung hukum telah tersedia untuk mereka, yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SDA dan Ekosistemnya. Sanksi hukumnya pun ada dan cukup tegas. Seorang kawan menunjukkan sebuah souvenir dari wahana bermain TIMEZONE yang disebut kartu binatang. Saya tidak tahu jenis kartunya, tetapi isinya memperlihatkan koleksi binatang dari seluruh dunia. Berikut gambar kartu binatang tersebut.
Sumber: Koleksi foto pribadi Gambar tersebut menampilkan satwa Orangutan. Tetapi yang mengherankan, satwa liar yang diakui pula oleh IUCN tersebut justru diberi bendera Malaysia. Memang benar, jenis Orangutan Kalimtan memiliki habitat di Pulau Kalimantan yang tersebar di belantara NKRI dan Sarawak (Malaysia). Jika dihitung jumlah populasi ataupun keragamannya, maka kawasan belantara NKRI memiliki beberapa lokasi konservasi Orangutan. Salah satu yang paling besar dikelola oleh BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation) di Propinsi Kalimantan Timur. Jika melihat kartu binatang tersebut, tidak tercantum logo IUCN ataupun organisasi lingkungan dan satwa liar internasional. Itu berarti, berdasarkan pengakuan publik yang mengeluarkan kartu binatang tersebut. Tidak mengherankan, karena Orangutan kurang dihargai di oleh masyarakat Indonesia.
Sumber: Koleksi album perangko pribadi. Bangsa yang besar merupakan bangsa yang moralnya mampu untuk menghargai makhluk hidup (Mahatma Gandhi). Perlu kita pikirkan bersama, harus diketahui pula kepada generasi muda, Indonesia merupakan satu-satunya negeri yang diberikan anugerah keanekaragaman hayati paling banyak di dunia. Bukanlah begini caranya untuk mewujudkan sebuah kemakmuran dengan meniadakan batas-batas lingkungan hidup dan pelestariannya. Mereka Orangutan adalah warisan yang nantinya akan kita berikan kepada anak dan cucu kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H