Sepotong Hati untuk Prasasti
Bagian ke 4 (Pengecut Itu, Aku)
Saat ilalang tersibak
Beribu batu tiba-tiba bergelayut manja
Menimbun dengan kejam
Hitamnya segumpal darah
Mengurung jiwa-jiwa nelangsa
Sang surya pun kini seolah enggan menyapa
Oh, angin ....
Kenapa keraguan itu kini menggila?
Alam hayal dan nyata sungguh berbeda
Binar itu ... entah kini milik siapa?
Harap dan cemas pun tak ada yang mau mengalah
Oh, angin ....
Tolong tanyakan pada ilalang
Bisakah ia tumbuh di padang gersang?
Yang tak pernah bosan menunggu tetesan air hujan
(Pras)
***
Pras terbelalak. Untuk sesaat jantungnya seolah berhenti berdetak. Wajah itu .... Dilihat dari sisi mana pun, dengan dandanan seperti apa pun, tidak akan pernah berubah.
Setiap hari, setiap detik, wajah cantik itu selalu membayang, memenuhi ruang hayalnya. Jadi, dia tidak mungkin salah mengenali orang.
Tidak ada kuncir ekor kuda. Pun tidak ada rambut legam panjang tergerai indah, apalagi celana jeans panjang kesukaannya. Namun, kecantikan unik khas Asia itu tetap menjadi miliknya.
Gamis panjang, kerudung lebar, tampak pas membungkus tubuh mungil itu, membuat jantung Pras berdetak semakin kencang. Setelah sekian lama, untuk pertama kalinya, senyum di bibir lelaki muda itu mengembang. Tak terkira, betapa bahagia itu menyeruak tanpa diundang.
Sedetik kemudian, kaki kanan Pras sudah mengayun selangkah, siap untuk berlari menyongsong kekasih hatinya.