Lihat ke Halaman Asli

Sepotong Hati untuk Prasasti (4)

Diperbarui: 14 Maret 2024   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Sepotong Hati untuk Prasasti

Bagian ke 4 (Pengecut Itu, Aku)

Saat ilalang tersibak
Beribu batu tiba-tiba bergelayut manja
Menimbun dengan kejam
Hitamnya segumpal darah
Mengurung jiwa-jiwa nelangsa
Sang surya pun kini seolah enggan menyapa

Oh, angin ....
Kenapa keraguan itu kini menggila?
Alam hayal dan nyata sungguh berbeda
Binar itu ... entah kini milik siapa?
Harap dan cemas pun tak ada yang mau mengalah

Oh, angin ....
Tolong tanyakan pada ilalang
Bisakah ia tumbuh di padang gersang?
Yang tak pernah bosan menunggu tetesan air hujan
(Pras)

***

Pras terbelalak. Untuk sesaat jantungnya seolah berhenti berdetak. Wajah itu .... Dilihat  dari sisi mana pun, dengan dandanan seperti apa pun, tidak akan pernah berubah.

Setiap hari, setiap detik, wajah cantik itu selalu membayang, memenuhi ruang hayalnya. Jadi, dia tidak mungkin salah mengenali orang.

Tidak ada kuncir ekor kuda. Pun tidak ada rambut legam panjang tergerai indah, apalagi celana jeans panjang kesukaannya. Namun, kecantikan unik khas Asia itu tetap menjadi miliknya.

Gamis panjang, kerudung lebar, tampak pas membungkus tubuh mungil itu, membuat jantung Pras berdetak semakin kencang. Setelah sekian lama, untuk pertama kalinya, senyum di bibir lelaki muda itu mengembang. Tak terkira, betapa bahagia itu menyeruak tanpa diundang.

Sedetik kemudian, kaki kanan Pras sudah mengayun selangkah, siap untuk berlari menyongsong kekasih hatinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline