Lihat ke Halaman Asli

Lentera Pustaka

Pegiat Literasi dan Taman Bacaan

Seruput Kopi di Taman Bacaan, Apapun Nggak Usah Heboh Biasa Saja

Diperbarui: 6 Desember 2024   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seruput kopi di taman bacaan (Sumber: TBM Lentera Pustaka)

Kadang kita suka bingung, kenapa banyak orang ngopi berlama-lama? Ternyata pada secangkir kopi, ada pelajaran. Akan siapapun tidak usah terburu-buru, rileks saja sambil menikmati prosesnya. Karena semuanya sudah ada dalam ketentuan-Nya. Saat menyeruput kopi, selalu ada harapan sekaligus cinta. Minimal cinta untuk diri sendiri.

Seruput kopi. Selalu ada pahit dan manis. Pasti ada yang tidak suka pada diri kita. Kata seruput kopi, nikmati saja setiap tegukannya. Jalani prosesnya. Karena memang, kita tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang. Jadi ngopi saja dulu.

Seperti seruput kopi di taman bacaan. Sama saja, tidak mungkin semua orang suka. Selalu ada yang benci dan iri. Karena siapapun, tidak akan pernah bisa "memaksa" orang lain untuk menyukainya. Seperti tidak semua orang juga mau membaca. Maka di taman bacaan, jangan fokus pada mereka yang membenci. Cukup nikmati pahit-manis di taman bacaan apa adanya.

Seruput kopi di taman bacaan. Ternyata, rasa pahit itu bersifat alamiah. Orisinal dan bukan dibuat-buat. Rasa yang tidak mungkin di manipulasi. Emas ya emas, sampah ya sampah. Kopi ori yang apa adanya. Sesuai dengan aslinya. Tidak akan pernah tertukar sedikitpun, hingga kapanpun.

Selalu membuat kagum bahkan terheran, begitulah seruput kopi di taman bacaan. Sensasinya yang luar biasa. Rasanya istimewa. Persis seperti, takjubnya manusia kepada Tuhannya. Kagum pada cara Tuhan memberi rezeki kepada umatnya. Tidak pernah tertukar bahkan tidak bisa dimanipulasi oleh siapapun. Seruput kopi di taman bacaan, apapun nggak usah heboh biasa saja.

Kopi, adalah hati nurani. Di dalamnya ada kebenaran yang hakiki. Bukan celotehan atau argumen yang dibuat-buat. Karena kopi, selalu mampu menyelaraskan pikiran, hati, dan sikap penikmatnya. Karena sesempurna apapun kopi yang kita buat. Kopi tetap menghadirkan sisi pahit yang sulit disembunyikan. Walau ada rasa manis yang susah dilupakan.

Seruput kopi di taman bacaan. Menjaga segalanya selalu proporsional. Takarannya seimbang; antara manis dan pahit. Pas rasanya, aga tidak terlalu manis. Jangan pula terlalu pahit. Kopi yang penuh esensi bukan sensasi. Seperti pepatah "hiduplah sesuai dengan kemampuan; jangan hidup atas kemauan apalagi kebencian".

Sungguh, menyeruput kopi di taman bacaan. Selalu takjub pada kebesaran-Nya, bukan keangkuhan diri. Agar tetap tenang dan lembut dalam belantara kehidupan. Tanpa perlu meninggikan hati; tanpa perlu merendahkan orang lain. Karena di depan kopi, semua manusia sama saja. Ada kelebihan sekaligus ada kekurangan. Bahwa semanis apapun hidup, rasa pahit akan selalu ada. Maka akal sehat, harus tetap berpihak kepada kebenaran dan kebaikan. Apapun kondisinya, bagaimana pun keadaannya.

Pada seruput kopi. Berpesan bahwa siapapun, tidak ada yang sempurna. Maka tidak perlu adu argumen dengan orang yang mempercayai kebenciannya sendiri. Lalu buta dari melihat kebaikan yang ada di dekatnya. Seperti kata seruput kopi, orang kuat bukanlah mereka uang mampu menaklukkan orang lain. Tapi justru siapapun disebut kuat karena mampu menaklukkan diri sendiri. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #FilosofiKopi #TamanBacaan

Aktivitas TBM Lentera Pustaka (Sumber: TBM Lentera Pustaka)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline