Seorang anak pembaca aktif di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor bertanya, "Pak, kenapa kita harus membaca?"
Agak bingung menjawabnya. Karena membaca bukan untuk sukses atau kaya. Maka saya pun menjawab sederhana, "kita membaca karena banyak tidak tahunya. Apapun, kita hanya tahu sedikit saja". Hanya kadang, banyak orang merasa banyak tahu atau sok tahu. Jadi, kenapa kita membaca? Ya karena kita ada banyak hal yang kita tidak atau belum ketahui.
Kita sering lupa Nak. Pikiran kita itu seperti "rumah" yang banyak ruangan, banyak kamarnya. Dan kita hanya menempati salah satu ruangan kecil. Karenanya kita harus melangkah dan menjelajah ke ruangan lain, bila perlu ke luar rumah. Maka bila ada orang yang merasa tahu segalanya, bisa jadi dia hanya merasa tahu seisi "ruangan kecil" yang ditinggalinya.
Apa artinya? Bila kita merasa tahu segalanya, itu berarti kita sedang mengurung diri di suatu ruang sempit. Lalu mengabaikan berapa luasnya ruangan lain, betapa banyaknya pengetahuan di luar sana.
Kenapa kita membaca? Karena dengan membaca, kita semakin banyak diberi tahu oleh bacaan. Akhirnya semakin sadar, bahwa semakin banyak hal yang belum kita ketahui, apalagi pahami. Maka siapapun yang membaca, harusnya semakin rendah hati, terus mau belajar dan membaca. Sehingga lebih mudah berkembang dan selalu siap menerima wawasan baru dari buku bacaan.
Si anak pembaca aktif pun bertanya lagi, "Lalu bagaimana bila kita bertemu orang yang menolak untuk membaca?".
Tidak apa-apa Nak, bila ada yang menolak membaca. Karena memang, tidak semua "pintu" bisa kita buka. Hidup ini ada pintu-pintu yang mudah dibuka, ada pula pintu yang terus tertutup. Karena di luar sana, memang nyata ada orang yang terlalu sibuk mengunci diri dalam pandangannya sendiri. Ada orang yang menutup mata untuk membaca. Tapi tugas kita adalah menjaga agar "pintu" pikiran kita tetap terbuka. Selalu merasa sedikit tahu. Biarkan pikiran kita selalu haus akan kebaikan, kebenaran, dan ilmu pengetahuan. Itu sudah cukup.
Berarti harusnya dengan membaca, kita semakin rendah hati? Pastinya begitu. Agar kita tidak terjebak pada ilusi seolah-olah kita tahu segalanya, seakan kita sudah mencapai puncak pengetahuan. Gampang saja, tataplah laut yang luas atau gunung yang menjulang. Lalu bertanyalah dalam hati, sebanyak apa kita sudah memahaminya? Sejauh apa yang kita tahu tentang laut dan gunung itu. Sungguh, kita hanya tahu sedikit saja.
Begitu pula dengan ilmu pengetahuan. Semakin kita menganggap tahu segalanya, justru kita terjebak pada keadaan bak "kapal tanpa kemudian". Terombang-ambing tanpa arah, dan akhirnya seperti orang berjalan padahal sedang berhenti.
Lihat di luar sana, betapa banyak orang saat ini. Sepertinya sedang bergerak. Tapi sejatinya sedang berjalan di tempat. Dari dulu hingga kini, masih berjalan di tempat. Masih begitu-begitu saja atau begini-begini saja. Kenapa? Karena mungkin kurang membaca buku, kurang mau melihat dunia luar yang belum diketahuinya. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen