Tapera, tahu-tahu ditetapkan dan diwajibkan. Ormas keagamaan tiba-tiba mau dikasih "jatah" pengelolaan lahan tambang. Jangan-jangan, IKN pun hanya ambisi seseorang belaka. Jadi jelas, manusia memang punya segudang kepentingan. Ya, intinya ada kepentingan. Walau tidak perlu sampai jauh mendetail untuk bertanya "kepentingannya apa?".
Manusia segudang kepentingan. Makanya ada yang menyebut orang lain salah. Boleh jadi yang menyebut itu ingin dibilang benar. Bila tidak pasti kecewa. Ada pula yang bilang orang lain pelit. Karena yang ngomong begitu tergolong tamak. Ingin diberi tapi nyatanya tidak sehingga kecewa. Ada pula yang bilang orang lain sombong. Boleh jadi karena dia dengki. Maunya dirinya yang dibilang lebih baik. Karena tidak terima dirinya lebih buruk dari orang lain. Sebutan-sebuatan buruk dan jelek kepada orang lain sudah pasti karena punya kepentingannya. Entah ingin menjatuhkan, entah untuk mendeklarasikan dirinya baik.
Coba saja bila di antara mereka tidak saling kenal, tidak punya kepentingan terhadap masing-masing. Apa masih berani menyebut orang lain salah, pelit atau sombong? Kemungkin besar tidak akan mau. Karena tidak punya kepentingan.
Manusia memang punya kepentingan. Maka bila ada menyebut kita kacang lupa kulitnya,
Boleh jadi, karena mereka ingin menguasai dan mengambil sesuatu darinya. Siapapun akan memandang dan menyebut begini dan begitu, karena punya kepentingan kan. Karenanya, hati-hati dalam hal apapun. Selalu ada yang punya kepentingan. Cukup tahu dan waspada saja.
Tentu, sah-sah saja bila orang lain punya kepentingan. Karenanya hanya dibutuhkan mawas diri dan kemampuan mengendalikan diri. Agar kita tidak terjebak pada "permainan" mereka atas nama kepentingannya sendiri. Jangan sampai kita dijadikan alat untuk oknum-oknum yang punya kepentingan. Intinya, jangan terlibat pada permainan kepentingan. Apalagi yang kotor dan buruk. Omongnya bagus tapi tindakannya busuk. Begitulah jahatnya kepentingan.
Punya kepentingan memang tidak salah. Asal kepentingan yang baik, untuk menjadikan apapun menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tapi yang bahaya,kita dijadikan alat kepentingan atas ambisi pribadi. Lalu, menyalah-nyalahkan orang lain, mempersoalkan yang harusnya tidak perlu dipersoalkan. Orang-orang yang punya kepentingan, bisa jadi gemar menengok ke belakang tanpa mau menatap ke depan. Terlalu banyak kepentingan, akhirnya jalan di tempat dan tidak berbuat apa-apa.
Bercermin dari pengalaman berkiprah di taman bacaan. Maka saya memutuskan untuk menjauh (minimal mendiamkan) orang-oramg yang hidup dalamkl kepentingannya sendiri. Orang-orang yang subjektif, arogan, bahkan omongannya cuma sebatas masa lalu. Di taman bacaan, hidup jadi lebih realistis, lebih bermanfaat dan yang paling penting terhindar dari berisiknya orang-orang segudang kepentingan.
Salam realitasnya, oarang-oramg segudang kepentingan. Biasanya hanya tahu dirinya untuk dihargai tanpa mau menghargai orang lain. Selalu menyebut dirinya benar, sementara orang lain salah. Padahal, dia baru "lahir" kemarin. Dia tidak tahu apa-apa dan bukan siapa-siapa pula.