Lihat ke Halaman Asli

Jangan jadi Guru, Jangan Jadikan Anakmu jadi Guru

Diperbarui: 29 Januari 2016   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

sebenarnya tulisan ini adalah komentar pada tulisan Saudara "Ninoy N Karundeng". tetapi saat saya baca lagi kok lebih mirip "curhat". jadi saya posting aja. terimakasih kepada saudaraku Ninoy atas tulisannya

Salam Kenal, Salam Sejahtera.

mohon maaf sebelumnya. terimakasih sudah dibaca, silahkan ditanggapi, semoga tidak di-bully.

saya guru, tak dapat sertifikasi, tanpa prestasi dan tidak membanggakan. entah kenapa ya, saya selalu miris setiap membaca tulisan yang membahas guru, atau mendengar obrolan yang berbau guru.

dulu saat saya baru bisa berpikir, saya melihat bapak saya yang hanya guru sd, harus banting tulang untuk sekedar menghidupi keluarga, pagi bangun jam 3 untuk mengurus sawah, jam 6 siap2 mengajar, jam 1 pulang ngajar lalu mencari "tambahan" dari ngelesi, jam 4 lepas memberi tambahan kembali ke kebun, malam sibuk mencari apapun untuk dijual kembali, mulai TV, Motor, apapun asal bisa dijual kembali (makelar lah istilahnya).

saya miris melihat bapak saya sebagai guru kala itu, setelah mengabdi mulai tahun 1980 dan hidup serba kekurangan itu. sekitar tahun 2008 bapak mulai mendapat sertifikasi. Angin segar bagi bapak karena katanya mendapat tunjangan 1x gaji.

Bapak benar-benar bersemangat bercerita tentang itu. tentang harapan terlepas dari hutang karena untuk membeli rumah, membiyai sekolah anak dan kebutuhan lain bapak saya terlilit hutang di bank. Bagaimana bapak sudah menjanjikan saya untuk kuliah dimanapun, karena bapak akan dapat sertifikasi, sungguh bapak benar-benar bahagia.

bagaimana dia memuja pemerintah yang mengeluarkan kebijakan yang maha mulai."SERTIFIKASI GURU DAN TUNJANGAN PROFESI PENDIDIK". saya sungguh bahagia, sungguh. saat itu saya benar-benar bahagia.

Ditunggu, ditunggu tunjangan yang diharap tak kunjung turun, "ternyata keluarnya tiap 3 bulan Le", kata bapak sambil tetap tersenyum, bayangan lepas dari hutang dan menguliahkan saya sungguh membuat bapak lupa diri.

pada awal pertama turun, bapak sungguh bahagia. uang itu langsung dibagi.

-zakat dan shodaqoh

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline