Lihat ke Halaman Asli

Puisi: Pujangga Trotoar

Diperbarui: 4 Maret 2016   04:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: Shutterstock"][/caption]“Dari ujung gang, lurus saja” katamu
Tempo malam kau lukis kelu  
Di wajah-wajah lesu  
Yang tak hentinya memeram jemu 

Katamu kau seorang pujangga ternama
Tempo malam habis diperkosa
Oleh trotoar tua,
Dalam denyut denyut kota

Malam itu kau membaca sajak risau
Pada aspal yang membentang diseluruh pulau
Aku yang buta bahasa hanya bisa mengigau
Mendengar teriakanmu yang parau

Malam itu, kau hanya ingin di dengar
kau ingin merasakan hati mereka gemetar
Tentang bunga-bunga di pekarangan rumahmu yang gagal mekar
dan tentang jeritan petir yang menggelegar

Mana bisa kau jadi pujangga?
Sedang panggungpun tiada
Ah, kau hanya memimpikan sesuatu yang fana
Lihatlah, tak ada kursi penonton, atau panggung wah disana

Kau ingin menangis, melihat pelawak-pelawak diberi panggung megah
Tawa mereka sangat mewah
Saban hari membuang sampah
Dari layar-layar TV rumah

Dan kaupun semakin ingin menangis,
Melihat mahasiswa-mahasiswa yang mengemis
Yang menerjang gerimis
Di jalanan kota amis

Tapi, kau hanyalah pujangga trotoar
Yang alpa di dengar
Sebab syair-syairmu hanyalah nyanyian burung camar
terhembus samar-samar
Terselip di ketiak belukar

Semarang, 19 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline