Jejak Langkah Pahlawan di Boven Digoel
Puisi Esai Oleh:
Leni Marlina*
Di tengah gemuruh sungai Digul yang mengalir,
Boven Digoel, penjara alam yang sunyi terbentang,
Siangnya dihujani sinar raja siang atau diguyur hujan alami,
Malamnya diselimuti rimba belantara berisikan hewan buas dan berbisa,
Mengendapkan rahasia gelap di balik rimbunnya pepohonan.
Boven Digoel bukan hanya sekedar penjara alam,
Tapi penjara jiwa yang terkekang,
Di Tanah Merah itu, takdir diwarnai tangan kolonial yang beringas,
Sementara di Tanah Tinggi, kebebasan anak negeri terlupakan dalam pelukan kelam.
Di Boven Digoel, golongan naturalis dan Werkwillig terbagi,
Terbelah oleh jurang lebar, simbol perpecahan dan penderitaan,
Namun semangat kebebasan tetap berkobar,
Menghadapi badai penghianatan dan tembok penjajahan.
Mereka para pahlawan, dalam kebisuan penjara alam yang sunyi, Menyaksikan tangan-tangan besi berdarah dingin, Mengalami serangan kolera dan wabah mematikan lainya, Hidup dalam intaian dan terkaman berbagai hewan buas penghuni rimba, Mendengar jeritan dan raungan setiap kali penjaga menyalakan senjata, Tak kuasa menahan kematian yang kejam.
Tak peduli dengan penjara alam dan kematian yang mengintai,
Mereka para pahlawan mencoba bertahan, Menjaga kewarasan dan kekuatan pemikiran,
Membangun perlawanan,
Mengukir sejarah di tanah terlarang kolonial.
Di antara dedaunan hutan, Di bawah langit yang kelam pada tahun 1940-an,
Nama-nama besar terpatri dalam sejarah,
Mengalir dalam sungai Digul yang tenang,
Hatta dan Syahrir,
Dua sosok besar yang terpenjara,
Jejak langkah mereka berdua, dan semua yang pernah dibuang kolonial di sana,
Menjadi bagian tak terpisahkan selamanya,
Dari sejarah Indonesia saat meniti jalan menuju merdeka.
Mereka, pejuang-pejuang tak kenal lelah,
Di antara kegelapan hutan yang mencekam,
Chalid Salim dan Marco Kartodikromo, dan kawan-kawan lainnya bergema nama mereka,
Dengan teguh menghadapi badai dan berdiri di medan perjuangan.
Masih ada puluhan dan ratusan nama dari mereka yang ditangkap dan dikirim paksa,
Karena dianggap berbahaya untuk kepentingan kolonial.
Tak terhitung sudah ribuan nama sebelumnya yang hilang di sana, seiring kejamnya penjara alam kolonial, yang memakai paksa hutan Papua.
Mereka yang ditahan di Boven Digoel, hidup seperti bunga-bunga yang bertahan mekar di padang tandus,
Kisah mereka, puisi perjuangan yang terukir dalam sejarah,
Di sana, semangat kebebasan terus menguat walaupun fisik terus melemah,
Mengukir sejarah dengan darah dan air mata, menuju impian kebebasan.