Lihat ke Halaman Asli

Leni Marlins

freelancer

Bekal Menikah dari "Keluarga Cemara"

Diperbarui: 11 Januari 2019   07:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keluarga Cemara (dokpri)

Harta yang paling berharga adalah keluarga..

Alunan nada itu mendayu-dayu di telinga. Berasa seperti ear worm. Pengen terus didendangkan. Untungnya, penuh makna positif.

Usai menonton Keluarga Cemara yang di-launching pada 3 Januari 2019 lalu, mata saya sembab. Iya, sudah banyak orang yang mengakui bahwa film ini mengharukan. Sebagian besar penonton terbawa arus emosi yang dipertunjukkan para pemainnya. Tidak perlu malu mengakui bahwa saya salah satu di antaranya.

Air mata mulai mengembang ketika melihat raut wajah Abah, yang diperankan oleh Ringgo Agus. Titik-titik keringat di keningnya serta alis mata yang bertaut ketika menghadapi masalah dalam pekerjaan adalah detail yang sanggup membangun perasaan empati yang dalam. Ya, saya empati sekaligus kasihan pada sosok Abah karena tidak mampu menepati janji terhadap Euis dan karena harus menghadapi masalah di luar kemampuannya. 

Ringgo memerankan karakter Abah dengan sangat alami. Meskipun ada seorang teman yang sedikit "ragu" dengan kemampuan Ringgo memerankan karakter bapak, buktinya tidak. Bahkan, menurut saya, Ringgo memegang kunci yang sangat penting dalam keseluruhan cerita ini.  Ia sanggup meyakinkan penonton, khususnya saya, bahwa menjadi kepala keluarga itu bukan tugas yang main-main.

Saya yakin, ada banyak tulisan di luar sana yang membahas tentang Keluarga Cemara. Betapa film ini bagus ditonton untuk mengingatkan kita bahwa keluarga adalah sesuatu yang harus dijaga. Namun, saya ingin fokus pada peran dan sosok orang tua, entah ayah atau ibu, yang berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga.

Menjadi orang tua, jujur saja saya katakan tidak mudah. Ini bukan hanya soal bagaimana selalu berjuang untuk memenuhi keperluan rumah tangga dalam kondisi apa pun (sakit, bangkrut, atau bad mood), tetapi juga bagaimana menyediakan waktu yang berkualitas bagi anak, ketika dalam saat bersamaan sedang dilanda masalah.

Dalam film ini, Abah, sebagai manusia biasa, sempat juga mengalami titik batas. Ia menjadi suka marah-marah hanya karena persoalan sepele.

Itulah yang dialami tokoh Abah dalam film ini. Karena saya adalah penonton pemula--alias belum pernah menonton Keluarga Cemara versi serial--sosok Abah bagi saya cenderung baru. Namun, dalam keseharian, ia begitu akrab. Ia ada dalam keluarga-keluarga masa kini. Dilema yang dihadapinya setiap hari, antara memenuhi keinginan anak remaja yang butuh banyak perhatian, dengan pekerjaan yang tidak berjalan lancar, sangat real.

Yang jelas, setiap orang yang akan menikah harus siap menjadi seperti Abah. Tangguh dalam menjaga dan merawat keluarga. Mengenyampingkan harga diri, tepat seperti yang dilakukan Abah, demi keluarga. Ngomong-ngomong, ini adalah salah satu momen dalam film ini yang membuat mbrebes mili atau mengharukan. Orangtua yang baik mau melakukan apa pun untuk anak. Apa pun yang positif tentu saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline