Lihat ke Halaman Asli

Tak Ada Kata yang Mampu Mewakili Makna dari "CINTA"

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Matahari berkata “dari tempatku bertahta, aku bisa melihat Jiwa dunia berkomunikasi dengan Jiwaku.Bersama-sama kami menumbuhkan tanaman-tanaman dan membuat domba-domba berlindung di keteduhan.Dari tempatku bertahta jauh diatas Bumi aku belajar mencintai, aku tahu kalau aku terlalu dekat sedikit saja kepada Bumi semua yang ada disana mati dan Jiwa Dunia takkan ada lagi.Maka kami saling memandang, kami saling mendambakan.Aku memberi kehidupan dan kehangatan kepada Bumi dan Bumi memberiku alasan untuk hidup. (kutipan sebuah buku)

Begitu indahnya kekuatan“cinta.”Adakah rasa melebihi rasa itu? “memberi alas an untuk tetap hidup, saling menahan diri demi menjaga kehidupan, seperti “cinta” dada pada punggung, saling membelakangi seakan begitu angkuh untuk mengakui ayat cinta yang menyatukan mereka akan tetapi sesungguhnya yang terjadi adalah menopang demi menjaga “hidup”dan seandai nya mereka bersatu maka mereka adalah belulang tanpa jiwa yang bersemayam disebuah lubang dalam bungkusan kafan dan “hidup takkan ada lagi.

Karena “Cinta,” kita “ada” dan tugas kita itu menjadi “ada” kenapa harus mencabik diri sendiri dengan keluhan hidup yang tidak sesuai dengan yang kita mau?Sebenarnya akupun tak lepas dari keluhan-keluhan itu dengan pertanyaan “kenapa harus aku? “salah apa aku? “ merunduk memilukan rasa yang membiarkan dalam sayatan sembilu.

Aku menulis sebenarnya untuk diriku sendiri, mengingatkan ada hal indah dalam hidup yaitu “CINTA” dan cinta tidak harus selalu bersanding, jangan mengutuk “kerinduan”karena rindu bukan hanya tentang “terpisah”menyiksa diri dengan rasa takut tak dicintai,kegamangan hati karena takut terkhianati, walaupun sebenarnya cemburu, kemarahan, kesedihan adalah bentuk lain dari “cinta” yang tergelisahkan oleh pikiran-pikiran yang diadakan untuk direkayasa sendiri, nikmati kerinduan tanpa menggerutu, jalani skenarioNYA tanpa meminta revisi, karena semua memang harus “ada”.

Semesta begitu rela menahan diri dan hanya bisa saling mendamba satu sama lain karena untuk membiarkan kita dalam koridor tetap “ada” , begitu patuhnya semesta menjalani scenario Tuhan tanpa meminta revisi dan tanpa menggerutu.Sementara kita setiap saat mengeluhhanya karena tentang tidak menyatu, kerinduan yang menyeruak disela-sela jarak dan waktu.Mampukah kita menahan diri seperti itu? Sang Raja Matahari yang menatap dari tahtanya, menyinari dan menghangatkan, menumbuhkan anak-anak alam untuk meneduhkan domba-domba dan penggembala nya, mampu tersenyum melihat kebahagiaan insan yang kian kemari, dan kembali kepada singgasananya di senja hari untuk bersinar keesokan harinya.Mendamba sepanjang masa tanpa mengurangi kegiatan menghangati Bumi,dan Bumi begitu setia menumbuhkan alam dari sinarnya.Tidakkah insane dapat belajar mencintai seperti “Cinta Matahari kepada Bumi”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline