Lihat ke Halaman Asli

Apakah Salah Pindah Kerja ke Kompetitor?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana kalau andalah yang mengalamai ini ; bekerja di perusahaan yang cukup besar, dengan penghasilan cukup, 7 tahun di posisi yang sama, superior ok, lingkungan ramah, future career ada..tapi perusahaan itu sedang sunset, katanya sih karena kurang cakap dan kurang pasnya para petinggi yang memegang kendali perusahaan. Banyak aturan yang kurang sesuai yang bukannya memudahkan roda perusahaan, malah mempersulit operasional. Sialnya, kami perusahaan yang mengandalkan lapangan atau jalannya operasional itu.

Lalu, anda ditawari (untuk kesekian kalinya selama bertahun2) untuk bergabung dengan perusahaan kompetitor. Second grade dari perusahaan anda sekarang. Perusahaan yang cukup besar dan sangat berniat untuk mengembangkan usaha di bidang yang perusahaan anda sekarang ahlinya. Salah satu aksinya adalah mengajak talent, -bahasa halus dari membajak-, orang2 yang dianggap diperlukan. Tawarannya sederhana, hanya pendapatan yang naik, open career path, develop new system, sama sesuatu yang abstrak dan sering diungkapkan kalo lagi wawancara (biar keliatan keren), new challange dan menjadi pelaku sejarah untuk mengembangkan sebuah perusahaan (instead of menjadi sejarah di sebuah perusahaan yang melemah)..

Bagaimana? Mana yang akan anda pilih? Ok, gak bisa semua fakta saya ungkap, karena banyak hal yang sulit diungkapkan, hanya berupa emosi dalam hati yang semakin menyimpulkan bahwa semua hal, kerja dimanapun pasti ada positif dan negatifnya. Selalu itu ujungnya. Tapi kesimpulan itu tidak membuat kita berani mengambil keputusan. Hanya jadi banci, yang tetap dalam suatu keadaan tapi mengutuk keadaan itu dan menginginkan keadaan lain.

Tulisan itu saya tulis hampir 5 bulan lalu. Skip ke saat ini, saya sudah ada di perusahaan baru. Ya di kompetitor itu. Setelah melalui tahapan pertapaan ala saur sepuh, mikir sampe kaki di kepala, kepala di kaki, dan komunikasi panjang dengan suami dan tentunya Yang Maha Tahu, akhirnya saya memutuskan pindah. Alasan waktu mengajukan; Butuh perubahan! Reaksi atasan saya; Cari departemen lain mana yang kamu pengen! Hmm, saya hampir goyah. Karena memang betul saya sudah merasa cukup dengan kursi yang sama selama 7 tahun. Tapi setelah merenung lagi dan mengenali tanda2 dari langit, saya tetap teguh pendirian. Tiga kali bolak balik mengajukan (dengan alasan yang berbeda, yang intinya saya mau udahan disini) akhirnya si GM itu luluh juga dan memproses resign saya.

Kemudian saya pun memulai kehidupan baru. Seperti anak sekolah yang baru masuk, saya menyiapkan mental sebaik-baiknya. Ternyata, setelah perasaan 'dibutuhkan dan dihargai tinggi' oleh para bos perusahaan baru ini, saya harus menghadapi kenyataan di lapangan bahwa sebagian orang memandang saya sebelah mata. Yang sebelahnya tertutup karena kelilipan nyangkain saya mata duitan, yang pindah hanya karena dibayar lebih, dan cari aman karena perusahaan sebelumnya mau bangkrut.

Hari berjalan. Kadang berlari kalau sedang deadline kerjaan, tapi kadang juga berhenti seperti macetnya Jakarta. Saya sudah ganti identitas di depan customer saya. Mereka sih kebanyakan sangat mengerti dengan kepindahan saya dan beberapa rekan saya lainnya yang memang sudha banyak yang pindah.

Apakah sekarang saya puas? Tidak. Perasaan aneh membayangi saya. Bukan perasaan bersalah, karena saya tahu saya disana pun tidak bisa mengubah apa2. Bukan juga perasaan menyesal karena saya tau ini jawaban atas doa2 saya pada Allah Swt setelah minta ditunjukkan yang terbaik. Bukan juga perasaan mendendam ingin perusahaan lama saya itu beneran bangkrut, sebagai pembenaran saya telah lari darinya. Yang pasti, betul kata superior saya dulu, 'kamu akan konflik batin kalo pindah kesana'. Tapi waktu itu saya acuhkan karena kalimat2 sebelumnya yang keluar dari superior saya itu lebih banyak memprovokasi negatif tentang si kompetitor ini.

Ahh, entahlah. Mungkin saya terlalu tenggelam dengan masa lalu yang gemilang dan berandai-andai. Mungkin ini juga hanya sebagian dari masa adaptasi yang katanya memang tidak mudah dan tidak murah itu. Jadi, haruskah saya acuhkan lagi perasaan ini. Tapi bukankah gejolak2 yang ada dalam diri manusia adalah salah satu pertanda manusia2 yang berfikir, dinamis dan cikal bakal sebuah perubahan..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline