Nama Pers sepertinya sudah tidak asing ditelinga masyarakat Indonesia. Terlebih peranannya dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Seperti di Kota berjuluk Kota pahlawan terdapat gedung bernama "Monumen Pers Perjuangan Surabaya" bergaya Art Deco, memiliki jejak sejarah yang singkat di masa lalu. Saat itu menjadi Kantor berita pusat informasi, dan dipimpin oleh adik dari Soekarno ialah Soetomo (Bung Tomo).
Gedung ini berada di pojok pertemuan antara Jalan Tunjungan dengan Jalan Embong Malang. Tengara "Monumen Pers Perjuangan Surabaya" menempel pada dinding luar bangunan dengan langgam yang cukup menarik. Mesin waktu cukup besar bertuliskan "SEIKO" masih berfungsi dan beberapa ornamen seperti tusuk sate atau payung bersusun.
Sekilas jika orang yang melewati di depan monumen ini tak banyak yang mengetahui, karena terdapat dua satu pohon kersen yang menghalangi pandangan mata pengendara dan pejalan kaki. Di sisi kanan terlihat sebuah prasasti berjumlah dua, bertuliskan sejarah singkat tentang monumen ini.
Halaman depan bangunan terdapat kandang ayam dan beberapa burung merpati berterbangan di jalan tunjungan. Makanan binatang berjuluk burung setia yang berserakan di pedestrian. Pintu masuk menara yang terbuat dari kayu dan selalu dikunci, membuat bangunan ini tampak seperti kosong. Namun ketika menoleh sebelah kanan terdapat tali panjang dari lantai 2, dan papan bertuliskan "Bel".
Bangunan yang berdiri sejak 1900 menjadi toko menyediakan aneka kebutuhan bernama "Simpangsche Bazaar". Kemudian tahun 1928 beralih fungsi "Toko Nam" memiliki nama lengkap NV Handel Maatschppij. Menjual barang provision end draken (P&D), serta barang kelontong. Gerai milik Sarkies bersaudara ini, tepat di depan toko menjadi tempat koordinasi arek-arek suroboyo sebelum menyerang belanda.
Singkat cerita tahun 1938 bangunan dirombak berganti nama "Toko Kwang", namun diambil alih oleh jepang sehingga gedung mulai dikosongkan. Pada tanggal 1 September 1945 berdiri Kantor Berita Indonesia oleh para wartawan pribumi. Namun selang beberapa bulan tepatnya November, kantor tersebut tercerai berai karena pada masa itu terjadi peperangan cukup sengit.
Wiwiek Hidayat salah satu pengurus redaksi memutuskan memboyong semua peralatan seperti mesin ketik ke kediamannya di Mojokerto. Sedangkan Bung Tomo membawa pemancar radio hasil sitaan dari Jepang. Dari situlah Bung tomo dapat menggelorakan semangat para pejuang, arek -- arek Suroboyo melalui pidato emosionalnya. Yang mungkin kita saat ini sering mendengar gema suara nya, atau melihat foto dokumentasi Bung Tomo dengan Payung sedang berpidato. Setelah Kondisi aman tahun 1960, Kantor Antara Indonesia Pindah ke kediaman Wiwiek. Mengalami beberapa kali perpindahan akhirnya tahun 2007 berada di Jalan Kombes Pol Mohammad Duriyat No. 41 A-B.
Pelaku-pelakunya adalah: Bung Tomo, R.M. Bintarti, Amin Lubis, Wiwiek Hidayat, Lukitaningsih, Hidayat, Samsul Arifin, Mashud, Jacub, Abd. Wahab, Tuty Agustina, Soewadji Garnadi, Sudjoko, Sukarsono, Sutoyo, Suwardi, Sumardjo, Petruk Sumadji, Fakih Hasan, Ali Urip, Mulyaningsih, Kusnendar, W.A. Saleh, Sumadi Gadio, Atmosantoso, Hasan Basri, Suwardi, Alimun, Sudarmo Kuntoyo, Samidjo, Rakhmad, Sofyan Tanjung, Moh Sin, Giman, Sumarsono, Wiryo Suman, Rifai, Ismail, Pepsia Bintarti, Sudardjo, Anwar Noris, dsb.
Nama nama diatas adalah wartawan dan pngurus kantor berita Antara -- Indonesia. Dan yang paling menarik adalah Bung Tomo sebagai pimpinan redaksi kantor berita yang hanya berusia jagung ini.
Monumen berwarna kuning gading yang memiliki 2 lantai kini sudah tidak terawat, karena berdiri di atas tanah perusahaan milik swasta dan tersisa monumennya saja di bagian depan. Akhirnya saksi bisu perjuangan pers hanya tersisa monumennya saja, yang ditinggali sudah delapan tahun oleh Zainal Karim.
Sejak saat itu membuat Boeng sapaan akrabnya, demo dengan komunitas Laskar Banteng Ketaton untuk memperjuangkan cagar budaya Toko Nam yang sudah hancur karena pembangunan Tunjungan Plaza (TP) 5. Selain itu lelaki berpeci bundar warna putih ini juga memperjuangkan hak bukti sejarah monumen pers.