Lihat ke Halaman Asli

Pesta Sudah Selesai, Quo Vadis Indonesia?

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jam menunjukkan pukul 20.45 WIB, Yang Mulia Hamdan Zoelva mengetuk palu mengakhiri Sidang MK sengketa Pilpres 2014. Ketukan palu tersebut juga sekaligus mengakhiri pesta demokrasi 5 tahunan Bangsa Indonesia. Pesta kali ini memang sangat meriah dan hiruk pikuk karena para undangannya bisa larut dalam suasana. Tidak seperti pesta-pesta sejenis sebelumnya dimana para undangan hanya sekedar datang dan pulang tanpa kesan. Dengan kata lain hanya formalitas untuk memenuhi hak dan kewajibannya.

Meskipun ada yang tidak puas dengan penyelenggaraan pestanya, tetapi diyakini bahwa masih jauh lebih banyak undangan yang merasa puas baik dengan acaranya maupun tamu-tamu khusus yang menjadi bintang pesta tersebut.

Analogi di atas kurang lebih bisa menggambarkan situasi yang dirasakan dan mungkin dimaknai oleh sebagian Rakyat Indonesia yang telah berhasil melawati tahapan-tahapan panjang PILPRES 2014. Hampir 5 bulan berlalu sejak diumumkannya Calon Presiden dan Wakil Presiden secara resmi oleh KPU. Itu belum termasuk hiruk pikuk pergunjingan masyarakat untuk meramalkan siapa yang akan maju sebagai Capres dan Cawapres yang terjadi jauh sebelum pengumuman resmi KPU.

Ternyata waktu yang cukup panjang dalam persiapan dan pelaksanaan pesta demorasi ini sama sekali tidak menimbulkan rasa kebosanan bagi masyarakat. Justru semakin lama semakin menegangkan karena dari setiap tahapannya selalu ada hal yang menimbulkan rasa penasaran dan menegangkan. Dan puncaknya adalah keputusan Sidang MK tangal 21 Agustus 2014.

Bagi masyarakat yang larut dalam pesta ini ketok palu tersebut akan seolah-olah menjadi akhir dari hari-hari penuh emosi dan senyuman yang mungkin bisa jadi bisa mengalihkan sejenak kepenatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Akan menjadi kenangan saat-saat dimana kita berdebat, marah-marah, bersorak kemenangan ataupun menangis kecewa. Mungkin untuk sebagian masyarakat akan kembali merasa kesepian karena berakhirnya pesta demokrasi ini.

Tanggal 22 Agustus 2014 saat fajar mulai merekah, dan masyarakat mulai beraktivitas, tahapan baru dalam proses politik akan dimulai. Proses Pilpres yang berlangsung aman nampaknya tidak lagi menyisakan masalah-masalah krusial yang berpengaruh signifikan baik secara politik maupun keamanan. Moment of truth akan dihadapi Bangsa ini, apakah keputusan mayoritas pemilih adalah keputusan yang tepat untuk mewujudkan cita-cita Bangsa selama 5 tahun kedepan.

Harapan yang dirangkai dan dipercayakan kepada pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla demikian besar. Rasa letih dan putus asa yang dirasakan oleh sebagian besar Rakyat karena terpuruknya Negara ini telah menggelorakan hati dan jiwa untuk menetapkan pilihan kepada mereka berdua sebagai sepasang ksatria yang akan mewujudkan kebangkitan Bangsa ini dari keterpurukan dan kekhawatiran akan masa depan.

Diyakini sebagian besar Masyarakat tidak memahami janji-janji kampanye yang dipaparkan dalam bentuk Visi dan Misi karena dibutuhkan pemahaman akademis dan politis untuk bisa memahami makna Visi dan Misi tersebut. Pemahaman sebagian besar masyarakat lebih bersifat rasa simpati terhadap sifat dan postur yang tampak dan dirasakan pada diri Calon yang didukung. Sosok Joko Widodo yang bersahaja, jujur, sering dihina, terpatah-patah saat bicara, andap asor (sopan) dan seorang kepala keluarga yang baik mungkin merupakan refleksi dari pada sosok Rakyat Jelata.

Selama ini panggung politik dipenuhi oleh sosok-sosok Amptenar/Ndoro atau Juragan. Stereotip sosok Pejabat Negara adalah borjuis dan kadang-kadang menyeramkan sehingga menimbulkan rasa segan bagi Rakyat Jelata untuk berdekatan apalagi berteman. Semakin lama semakin jauh jarak Pejabat Negara dengan Rakyatnya sehingga seolah-olah kedua kelompok tersebut hidup dalam dunia yang terpisah, saling tidak peduli satu sama lain. Timbul kasta Pejabat dan kasta Rakyat Jelata.

Selamat kepada Rakyat Jelata yang wakilnya sudah ditetapkan menjadi Presiden Republik Indonesia.

Presiden terpilih sejak awal akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Warisan permasalahan dari Pemerintahan SBY, persoalan-persoalan masa lalu terkait korupsi dan HAM, carut marut birokrasi pemerintahan, juga peraturan serta perundangan yang tidak berpihak pada masyarakat akan menjadi masalah-masalah prioritas yang harus dicari pemecahannya. Mungkin harus segera diambil keputusan-keputusan yang ekstrim dan tidak populer untuk merombak carut marut situasi yang ada untuk memperbaiki performa pemerintahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline