Lihat ke Halaman Asli

Lapangan Sekolah

Diperbarui: 8 Maret 2024   15:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sarana dan prasarana sekolah sangat penting bagi proses pembentukan karakter siswa. Ruang kelas, tempat ibadah, laboratorium, atau lapangan dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran. Ruang kelas tidak hanya tempat untuk pengembangan kognitif, tetapi juga bisa untuk diskusi atau kerja kelompok yang muaranya berupa proses pendidikan secara komprehensif. 

Tak kalah pentingnya adalah keberadaan lapangan sekolah. Bermain di lapangan sekolah sangat menyenangkan untuk dilakukan. Berlarian ke sana-sini atau sekadar duduk-duduk di koridor depan kelas sambil melihat ke lapangan.  Anak-anak yang suka olahraga bisa memanfaatkan lapangan untuk menyalurkan potensinya. Lapangan sekolah biasanya terpasang ring basket. Tentu ini menjadi arena untuk para jago basket atau yang hanya sekadar merasakan kegembiraan bermain bersama.   Beberapa sekolah ada yang menyediakan gawang kecil untuk bermain sepak bola. Ada juga yang menyediakan jaring  untuk dipakai sebagai net bulutangkis atau voli.  Proses pembelajaran psikomotrik terselesaikan. Selain untuk olahraga, keberadaan lapangan sekolah juga dapat dipakai untuk tempat bermain. Melalui permainan, pembentukan karakter dapat dilakukan bersamaan. Penyaluran bakat seni peserta juga dapat dilakukan di lapangan secara massal jika tidak cukup dilakukan di ruang ke kelas. Lalu bagaimana dengan sekolah yang tidak mempunyai lapangan? Konsep lapangan tidak melulu di lantai dasar. Beberapa sekolah membangun lapangan di lantai atas. Anak-anak yang mau berolahraga atau bermain dapat menuju ke lapangan yang berada di atas.  

Kondisi menyedihkan dapat terjadi jika sekolah hanya mempunya lapangan terbatas. Ukuran lapangan  tidak cukup untuk mengakomodasi banyaknya siswa. Lebih menyedihkan lagi jika lapangan yang tidak luas itu harus berbagi dengan tempat parkir. Kondisi ini tentu harus segera dicarikan solusi oleh para pemangku kepentingan sekolah, yaitu yayasan (sekolah swasta) atau pemerintah daerah sebagai pemilik lahan sekolah negeri. Pemerintah, daerah atau pusat, tentu juga perlu memberikan solusi agar semua peserta didik di sekolah dapat terpenuhi aspek afektif, koginitif, dan psikomotor. Perusahaan-perusahaan penyedia corporate social responsibility (CSR) bisa diajak bekerja sama dalam hal ini. Biasanya dapat ditulis nama perusahaan tersebut di papan ring basket atau di lantai lapangan sekolah. 

Sekolah, sebagai wadah pendidikan formal, hendaknya dapat menyediakan sarana dan prasarana yang dapat mengakomodasi dan menyalurkan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, intelektual, dan emosional peserta didik.  Keberadaan lapangan sekolah tidak dapat dipandang sebelah mata.  Para peserta didik yang berada dalam rentang yang berlebih energi membutuhkan tempat untuk menyalurkan energinya. Hal ini juga penting sebagai satu upaya untuk mencegah perilaku-perilaku negatif, seperti tawuran atau kebut-kebutan di jalan bagi siswa yang sudah dapat mengendarai kendaraan bermotor. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline