Lihat ke Halaman Asli

Bukan Rumput Tetangga

Diperbarui: 23 Oktober 2022   20:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau ada ungkapan tentang rumput tetangga, kali ini memang tentang rumput.  Tapi rumput ini bukan simbolik. Memang rumput asli. Alkisah, saya ada rumah di pinggiran kota yang hanya sesekali dikunjungi. Sekurang-kurangnya diusahakan sebulan sekali. Paling bagus biasanya dua pekan sekali. 

Kebetulan saya dan keluarga sehari-hari masih tinggal di rumah orang tua. Selain menemani orang tua, aktivitas pekerjaan dan sekolah anak-anak tidak jauh dari rumah orang tua. 

Karena belum ada kucuran dana segar, jadilah halaman rumah saya belum dibikin bagus. Masih rumput, tanpa pagar. Kunjungan ke rumah yang biasanya hanya sebulan sekali tentu membuat rumput cepat tumbuh. 

Jika sempat dua pekan sekali atau pernah sepekan sekali, agenda motong rumput menjadi aktivitas pertama saat menginjakkan kaki di rumah.  Kebetulan rumah saya ini rumah mewah alias mepet sawah. Kalau rumput tumbuh terus kelamaan dipotong, khawatir ada apa-apa. 

Beruntung dan bersyukur tetangga saya di perumahan itu baik-baik.  Ketika melihat kondisi rumput yang sudah agak meninggi, tetangga sebelah saya berinsiatif memotong.  Tidak hanya memotong rumput, tetangga baik hati ini juga menanam tanaman di sisi depan halaman rumah saya. 

Begitulah, saat akhir bulan saya berkunjung, rumput sudah dalam keadaan terpotong. Saya tahu yang motong tetangga sebelah karena dia sudah info sebelumnya. Dia lakukan itu demi kenyamanan bersama. Sebagai bentuk terima kasih, saya membelikan aneka jajanan untuk anaknya yang masih kecil. 

Rumput seakan menjadi sarana keakraban saya dengan tetangga yang secara fisik jarang saya temui. Ini tidak hanya dengan tetangga sebelah. Tetangga depan rumah, depan kiri, depan kanan, dan satu blok juga menujukkan kebaikan dengan caranya masing-masing. 

Pernah waktu rumah saya belum masang pompa air, saya izin mengambil air dengan selang dari keran depan rumah untuk bersih-bersih. Lagi-lagi karena punya anak kecil, sebagai bentuk terima kasih, aneka jajanan anak terbungkus rapi untuk berbagi kebahagiaan dan kebersamaan. Begitu pula dengan tetangga yang lain. 

Terkadang, saya tidak membawa motor saat berkunjung ke rumah alias naik kendaraan umum.  Begitu sampai rumah, ada beberapa kebutuhan yang harus dibeli dan itu butuh motor untuk ke tempat ini-itu. Jadilah, tetangga depan kiri yang berkenan meminjamkan motornya untuk aktivitas saya ke sana-sini. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. 

Nah, karena si tetangga ada anak kecil, aneka jajanan saya kembali berikan sebagai bentuk terima kasih. Untuk membeli jajanan anak-anak tetangga itu, tidak perlu jauh-jauh. Ada tetangga yang membuka warung.  Saya beli jajanan-jajanan itu di warung tetangga. Semua dilakukan untuk sekadar berbagi kebahagiaan. 

Saya merasa bersyukur dikelilingi tetangga-tetangga yang baik. Tetangga yang sama-sama memikirkan cicilan rumah tiap bulan dan kebutuhan hidup. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline