Lihat ke Halaman Asli

Lena

Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Upacara Adat Ngasa Jalawastu, Sebuah Warisan Budaya yang Masih Lestari Hingga Kini

Diperbarui: 26 November 2021   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : https://jatengprov.go.id

Upacara adat Ngasa merupakan ritual adat yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Dukuh Jalawastu, Desa Ciseureuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Upacara yang digelar setahun sekali ini masih terjaga kelestariannya hingga detik ini.

Upacara adat Ngasa sudah ada sejak ratusan silam, dikutip dari Kemendikbud.go.id bahwa upacara adat ini pertama kali dilaksanakan sejak masa pemerintahan Bupati Brebes ke -- 9 yaitu Raden Arya Candranegara (1880 -- 1885). Upacara adat Ngasa dilakukan pada mangsa kesanga (bulan kesembilan dalam sistem penanggalan Kalender Jawa) tiap tahunnya. Hari perayaannya dilaksanakan pada hari -- hari tertentu yaitu pada hari Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon di lereng Gunung Kumbang dan Gunung Sagara.

Sama halnya dengan masyarakat di daerah pantai mengenal adanya tradisi sedekah laut dan masyarakat di daerah dataran rendah yang mengenal tradisi sedekah bumi, masyarakat Dukuh Jalawastu juga mengenal tradisi sedekah gunung karena lingkungan alamnya berupa daerah pegunungan. Upacara adat Ngasa diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas Karunia yang telah diberikan yaitu berupa hasil pertanian. Di samping itu, untuk memohon berkah atas usaha yang akan dilakukan pada tahun berikutnya.

Masyarakat Jalawastu hingga kini masih kuat mempertahankan tradisi -- tradisi yang ada. Salah satunya yaitu ketaatan manjalankan pantangan -- pantangan. Dilansir dari Jatengprov.go.id masyarakat Jalawastu pantang untuk memakan nasi beras dan lauk daging ataupun ikan. makanan pokok masyarakat Jalawastu yaitu berupa jagung yang ditumbuk halus dengan lauknya lalapan dedaunan, umbi -- umbian, pete, terong, sambal, dedaunan yang lainnya. Begitu juga dengan piring dan sendok yang digunskan terbuat dari bahan seng, masyarakat setempat pantang menggunakan piring dan sendok dari bahan kaca. Mereka meyakini bahwa apabila pantangan -- pantangan tersebut dilanggar akan mendatangkan musibah.

Upacara adat ngasa sebenarnya merupakan wujud rasa syukur terhadap Batara Windu Buana yang dianggap sebagai pencipta alam.sang Batara mempunyai ajudan yang bernama Burian Panutus. Semasa hidupnya, ajudan ini tidak makan nasi dan lauk pauk yang bernyawa. Hal itu dilakukan sebagai perwujudan rasa baktinya kepada Batara. Hal ini juga yang dilakukan oleh masyarakat Jalawastu sebagai bentuk kebersamaan dan kesederhanaan hidup yang penuh kedamaiaan serta bertujuan sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dilansir dari laman Kemendikbud.go.id perayaan upacara adat ngasa dimulai pukul 06.00 WIB diawali dengan masyarakat Jalawastu dan masyarakat sekitar berjalan bersama menuju Pasarean Gedong yang xipimpin oleh juru kunci pasarean dan para pemuka agama yang mengenakan pakaian putih -- putih kemudian diikuti oleh ibu -- ibu yang membawa makanan yang akan disajikan pada saat prosesi upacara. Puncak ritual upacara Ngasa yaitu pembacaaan doa yang dipimpin oleh tiga orang pemuka adat Jalawastu. Pembacaan doa menggunakan bahasa sunda-Brebes. Setelah selesai pembacaan doa kemudian dilanjutan dengan acara makan bersama  dengan hidangan yang sudah di persiapkan oleh ibu -- ibu. Dalam upacara adat Ngasa dimeriahkan juga dengan berbagai kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di daerah masyarakat setempat.

Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melihat adanya semangat konservasi lingkungan sebagai usaha yang bagus dalam mempertahankan lingkungan yang terbungkus dalam tradisi Ngasa ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline