Pajak berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menyebutkan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang-orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Menurut Soermarso pajak didefinisikan sebagai perwujudan atas kewajiban kenegaraan dan partisipasi anggota masyarakat dalam memenuhi keperluan pembiayaan negara dan pembangunan nasional guna untuk tercapainya keadilan sosial dan kemakmuran yang merata, baik material maupun spiritual.
Pajak memiliki peran penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Khususnya dalam membangun negara dan mengatur pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, pajak memiliki empat fungsi, yaitu fungsi anggaran, fungsi pengatur, fungsi stabilitas, dan fungsi redistribusi pendapatan.
Untuk mencapai fungsi pajak tersebut harus dibutuhkan aturan hukum yang mengatur mengenai perpajakan dan pengendaliannya agar pendapatan negara diperoleh secara maksimal. Berdasarkan dari praktik yang terjadi di lapangan ditemukan permasalahan-permasalahan dalam pemungutan pajak. Sehingga menyebabkan tidak tercapainya target penerimaan pajak.
Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa jumlah diabetes di dunia tahun 2021 mencapai 537 juta. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 643 juta di tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045.
Berdasarkan dari data IDF Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah diabetes terbanyak dengan angka 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada tahun 2045. Atas kasus tersebut menjadi persoalan khusus di Kementerian Kesehatan, karena diabetes merupakan ibu dari segala penyakit. Jika tidak dikontrol maka bisa terkena penyakit jantung, stroke, dan ginjal.
Terdapat dua alasan utama terkait dengan menularnya penyakit diabetes. Pertama konsumsi gula yang berlebihan sehingga menjadi penyebab utama obesitas dan peningkatan resiko diabetes. Dampaknya adalah terjadinya kerusakan ginjal, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker. Kedua, minuman yang berkalori tinggi dapat menawarkan sedikit konpensasi kalori sehingga mengurangi konsumsinya akan menurunkan resiko obesitas.
Tahun 2013 Kementerian Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
Tujuan dari peraturan ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui informasi nilai gizi yang terkandung pada makanan dan minuman yang sudah dituliskan pada label makanan. Sehingga dengan itu masyarakat dapat mengetahui isi kandungan gula, garam, dan lemak yang akan di konsumsi. Harapannya adalah dapat terhindar dari resiko terkena penyakit tidak menular.
Di Indonesia konsumsi Sugar-Sweetened Beverages (SSB) atau minuman dengan tambahan gula terus mengalami peningkatan. Jumlah Sugar-Sweetened Beverages (SSB) yang tersebar diseluruh Indonesia mencapai 400 Juta liter. Tingginya dari konsumsi Sugar-Sweetened Beverages (SSB) dapat menimbulkan ketidakseimbangan konsumsi energi. Sehingga kandungan gula yang terdapat pada Sugar-Sweetened Beverages (SSB) dapat memicu peningkatan berat badan yang barakibat terjadinya obesitas.
Berdasarkan dari permasalahan diatas, WHO dalam mengendalikan penyakit tidak menular dan faktor resikonya adalah dengan mengenakan pajak kesehatan. Tanggal 1 Januari 2014 Pemerintah Meksiko memperkenalkan dua punguatan nasional sebagai bagian dari Pajak khusus produksi dan Jasa minuman yang dimaniskan dengan gula atau Sugar-Sweetened Beverages (SSB).