Lihat ke Halaman Asli

Jam Dinding

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14152118071978158665

Jam dinding kamarku. Berdetak-detak tak mau berhenti. Berdetak-detak memberi nada di malam sunyi.

Sebenarnya aku membenci suaranya. Aku membenci keteraturan jarak antar detiknya. Dan yang paling membuatku semakin muak adalah, kenyataan bahwa semakin larut, suara detak itu makin keras terdengar. Jam dinding brengsek! Selalu saja mengganggu dengan suara detaknya yang melukai kedua telingaku.

Tapi tunggu, jam dinding kamarku ini bukanlah jam dinding biasa.

Cobalah sesekali kau menginap di kamarku. Semalam saja. Tidurlah di ranjangku, tapi jangan sampai terlelap. Tetaplah terjaga. Sambil pekakan pendengaranmu. Rasakan detak demi detaknya. Resapi. Hayati. Dan aku berani bertaruh, setelah kau ikut larut bersama detak-detak itu...kau akan mulai mendengarnya.

Ya! Kau akan mendengarnya, tak butuh waktu lama. Kau akan mendengarnya, sama persis seperti aku mendengarnya...setiap malam tiba.

Detak-detak jarum jam dinding brengsek itu, perlahan-lahan, akan berbicara. Mulai berkata-kata. Awalnya pelan, tak jelas, seperti igauan. Tapi cobalah bersabar, jangan sampai kau lepaskan harmoni antara jiwamu dengan detak jam dinding itu. Cobalah menunggu, hingga suara-suara itu semakin jelas terdengar di telingamu.

"Tik...tok...tik...tok..."

Tunggu sebentar.

"Tik...tok...tok...tok..."

Bersabarlah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline