Lihat ke Halaman Asli

Kebohongan Tips Mengatasi Stress

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ada banyak cara mengatasi stress –katanya. Dalam buku-buku populer disebutkan ada 1001 cara untuk mengatasi stress –ah… jika memang sebanyak itu, lantas kenapa ada Rumah Sakit jiwa? Tapi saya akui banyak sekali alternatif cara mengatasi stress, mulai dari pijat refleksi, rekreasi, meditasi, dan sasi-sasi yang lain. Namun kawan, tahukah kamu bahwa sebenarnya hanya ada dua alternatif dalam meredam stress. Kalau orang psikologi biasa menyebutnya coping.

Coping dapat diartikan sebagai upaya perubahan kognitif dan perilaku yang berlangsung terus menerus untuk mengatasi tuntutan eksternal dan atau internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya individu (Lazarus dan Folkman, 1984: 141). Atau bahasa sederhananya begini, coping itu cara atau prilaku individu untuk menyelesaikan  suatu permasalahan. Nah secara psikologis, ada dua tipe seseorang dalam menyelesaikan masalahnya.

Pertama adalah Problem Focused Coping (PFC), atau coping yang berfokus pada masalah. Coping tipe ini akan fokus pada tindakan secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi. Seperti yang sudah saya singgung dalam artikel saya sebelumnya bahwa cara terampuh menyelesaikan masalah adalah menghadapinya, bukan dengan mengeluh atau malah menghindarinya. Seperti keluhan-keluhan mahasiwa semester tua yang buntu dengan skripsi lalu berkatarsis ria di akun jejaring sosial. Heiiii…. selesaikah masalah kalian setelah itu? Saya jamin 200% tidak.

Kedua adalah Emotional Focused Coping (EFC), atau coping yang berfokus pada emosi. Coping tipe ini akan fokus merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stres. Seperti rekreasi, meditasi, dan sasi-sasi yang telah saya sebutkan di atas. Bersyukur juga merupakan salah satu bentuk coping yang berfokus pada emosi. Dan ini terbukti sangat manjur, dengan bersyukur kita membantu tubuh kita beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan, emosi-emosi negatif mampu teralihkan menjadi emosi positif. Dan dengan bersyukur pikiran-pikiran negatif mampu ditransformasikan menjadi sebuah kekuatan positif. Percaya atau tidak, orang-orang dengan tingkat religiusitas yang tinggi di belahan dunia manapun akan sangat sedikit yang mengalami stress atau depresi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline