Lihat ke Halaman Asli

[Review Film] Bergoosebumps Ria Menonton Goosebumps

Diperbarui: 20 Oktober 2015   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Goosebumps, yang merupakan adopsi dari novel-novel karya R.L Stine yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1992. Dan di tahun 2015 ini lewat Columbia Pictures dan Sony Picture Entertaiment, novel ini difilmkan menjadi film 3D live action animated. Film yang diproduseri oleh Deborah Forte dan Neil H. Moritz ini berhasil menggeser kedudukan film The Martian yang sempat bertengger di puncak box office minggu lalu. Film ini berdurasi sekitar 103 menit. Film yang bergenre adventure-comedy ini dibintangi Jack Black, Dylan Minette, Ryan Lee, dan Odeya Rush.

Dalam film ini menceritakan Zach Cooper (Dylan Minette) yang memulai hidup barunya di Greendale, Maryland dan bertemu Hannah (Odeya Rush) yang merupakan tetangga barunya. Tetapi ayah Hannah yaitu tuan R.L Stine (Jack Black)  yang merupakan penulis novel yang misterius melarang Zach untuk mendekati mereka. Suatu malam Hannah menyelinap mengajak Zach pergi ke sebuah taman bermain tua, sayangnya aksi itu diketahui oleh ayah Hannah, ia langsung menutup semua jalan yang biasa Hannah gunakan untuk menyelinap. Zach pun kembali ke rumahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara jeritan dari rumah Hannah. Ia mengira Hannah telah disiksa oleh ayahnya. Ia pun mengajak Cham (Ryan Lee) untuk menyelamatkan Hannah. Saat memasuki kediaman R.L Stine mereka menemukan sebuah ruangan tulis yang disana terdapat rak buku yang berjudul Ghoosebumps, novel yang saat itu sedang laris dipasaran. Tapi mereka heran mengapa novel itu terkunci? Siapa yang kurang kerjaan mengunci buku. Dari situlah Zach tidak sengaja membuka salah satu buku yang mengakibatkan monster keluar dari buku tersebut.

Zach dan kawan-kawannya (Sony Picture Entertaiment)

Petualangan pun dimulai bersama Zach, Hannah, Champ dan Stine untuk mengembalikan monster-monster yang telah meneror masyarakat Greendale. Masalah terbesar datang saat Slappy tidak sengaja keluar dari buku dan mencuri semua novel Goosebumps R.L Stine dan berencana untuk membalaskan dendamnya. Ia membuka semua buku dan membakarnya supaya monster-monster itu tidak dapat dikurung kembali. Parahnya, monster-monster tersebut tidak bisa dihancurkan dan satu-satunya cara adalah menulis kembali semua monster itu dalam satu buku yang diketik menggunakan mesin ketik kuno milik R.L Stine. Dapatkah mereka menemukan mesin ketik ajaib itu? Dapatkah mereka mengalahkan Slappy dan mencegah balas dendamnya pada Stine?

Film yang dikemas dengan apik ini berhasil mewakili kekhasan novel Goosebumps. Idenya yang membuat cerita ini menjadi bergenre komedi petualangan sangat saya akui jempol, walaupun genre asli dari novel tersebut tidak ditinggalkan juga. Disisipi beberapa adegan yang sedikit membuat kita terkejut dan membuat bulu roma kita berdiri membuat film ini tidak membosankan dan sangat menantang juga. Tetapi hebatnya, film ini bertema seram tetapi tidak seram. Wah! Baagaimana itu? Film ini sama sekali tidak memberi buah tangan mimpi buruk kepada penontonnya. Ini lah yang saya katakan keapikan-nya. Berbeda dengan novelnya yang benar-benar menyajikan sensasi horor ketika kita membacanya.

Sony Picture Entertaiment

Tidak hanya itu, ada beberapa cameo dalam film ini. Seperti adegan dimana Stine di serang monster Jelly raksasa saat berada ditaman bermain merupakan sepenggal cuplikan dari adegan dalam film Blob tahun 1958. Lalu tema panggung di dalam studio yang dimasuki oleh Stine saat mencari tempat untuk menulis bertuliskan The Shining yang merupaka judul film horor yang  sangant terkenal karya Stanley Kubrick di tahun 1980. Selanjutnya adanya pembahasan tentang penulis ternama yaitu Stephen King yang juga merupakan penulis cerita fiksi horor saat Zach membandingkan Stine dengan Stephen King. Dan rata-rata adegan yang ada tentu saja diambil dari cuplikan masing-masing novel Goosebumps. Hal-hal tersebut menjadikan film ini seolah benar-benar nyata.

Keunikan lainnya yang saya dapati yaitu ending twist ciri khas R.L Stine. Seperti halnya dinovel-novel karya stine, mengakhirinya dengan masalah baru yang membuat kita kesal, penasaran, merasa digantung seperti nano-nano. Does The Invisible Boy’s Revenge Begin?!

TRAILER

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline