Lihat ke Halaman Asli

Bolu Paranggi Mandar yang Mengindonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1393233863139422737

Pagi itu, hari Senin sekitar jam setengah delapan pagi dengan muka yang masih berbau kasur. Saya bersama sepupu berkeliling kota Wonomulyo. Keliling kota tersebut rutin saya lakukan ketika akan kembali ke Semarang. Start dari rumah yang beralamat di Banua baru hingga berakhir di jalan cerbon.
Sungguh perjalanan keliling kampung sangatlah mengesankan karena dikesempatan tersebut saya mengetahui bahwa di sekitar kampung saya/tetangga kampung ada penjual bolu paranggi yang menusantara.
Warungnya sangat sederhana, tampak dari jalan mirip dengan pos ronda yang berdinding kain. Akan tetapi jangan terlalu cepat menilai tampilan warung tersebut dari luarnya. Sebab dari warung tersebut atau tangan pak Hamusah dan ibu Hidayah telah lahir beribu-ribu kue bolu paranggi yang telah menusantara bahkan telah menginjakkan kaki di tanah suci (makkah).
Menurut salah seorang pelanggan yang pada waktu itu membeli bolu paranggi yang akan dia bawa ke makassar menuturkan alasan mengapa dia membeli bolu buatan pak Hamusah karena tesktur kuenya padat tapi agak renyah dengan rasa khas karena menggunakan kayu bakar dalam memanaskannya dan bolu bapak Hamusah tahan sampai beberapa minggu. Pak Hamuzah menambahkan bahwa kuenya ini bahkan mampu tahan sampai 1 bulan hal itu dibuktikan oleh salah satu pelangganggnya yang pada waktu itu membawa kuenya ke Makkah. Pada saat itu pelanggangnya lupa memakan 1 kue yang di bawa ke Makkah dan pada saat setibanya di Polman pelanggangnya tersebut baru melihatnya dan memakannya dan ternyata atas izin Allah kue tersebut masih tetap bagus dimakan. Pak Hamuzah tak mengarang cerita tersebut, beliau berkata dengan menggunakan bahasa Mandar "di'e carita anak tania anu ukarang-karang, paalli'u toi iyau sendiri mauang bassa di'o"
Cukup mudah menemukan warung penjual bolu paranggi yang menusantara itu. Tepatnya berada di jalan cerbon sebelah kanan ketika kita masuk dari arah Mesjid Raya Merdeka. Tak ada penanda khusus di warung tersebut yang sering kali kita temukan di warung-warung lainnya, semisal: di sini jual........ Untuk mengetahui keberadaan warung tersebut hanyalah kepulan asap yang menjunjung ke atap yang meluber ke sela-sela pepohonan yang ada di samping warung tersebut ketika kita menyusuri jalan tersebut di pagi hari atau menanyakan saja pada masyarakat yang anda temui di jalan cerbon.
Saking sibuk atau lamanya pak Hamusah berjualan bolu paranggi pada saat menanyakan kepada pak Hamusah, sejak kapan dia mulai berjualan. Beliau sudah lupa sejak kapan beliau berjualan bolu paranggi. Inddiangmi uingarang kandi, kata pak Hamusah. Pak Hamuzah hanya mampu menuturkan bahwa awalnya mereka berjualan di bawah rumahnya yang berada di belakang warungnya saat ini, sambil menunjuk rumahnya. Tapi dengan sering banyaknya pesanan Pak Hamuzah dibantu kerabat memindahkan tempat jualannya ke depan rumahnya.
Ketika saya bertanya siapa-siapa saja yang menjadi pelanggangnya, pak Hamusah menjawab sambil tersenyum, pelanggan saya adalah orang yang akan berkunjung ke kampung keluarganya sebagai oleh-oleh dari mereka, dan sudah sering pula dibawa ke Kalimantan, Bali, Jawa dan Jakarta atau minta untuk dikirimkan. Dan sering pula dijadikan oleh-oleh para pejabat teras kecamatan Wonomulyo hingga kabupaten ketika menerima tamu kunjungan dari daerah lain.
Pak hamusah tidak hanya menjual bolu paranggi. Pak Hamusah juga menjual bolu tallo. Yang menjadi pembeda bolu paranggi dengan bolu tallo hanya dari bahan dasar yang digunakan. Bolu paranggi berbahan dasar gula merah dan bolu tallo berbahan dasar tallo. Dari warna dan bentuk cukup berbeda, bolu paranggi berwarna merah yang kecoklatan yang berbentuk bundar bawahnya sedangkan bolu tallo berwarna kekuningan dan berbentuk persegi panjang.  Harga jualnya pun berbeda, bolu paranggi di jual dengan harga 3000, 3kue sedangkan bolu tallo dengan harga 5000, 4 kue. Semenjak harga gula merah dan tallo (telur) naik harganya pun ikut naik, dulunya Rp 500 per satuan. Dari Harga bolehlah naik, kita tak perlu kecewa dengan kenaikan harga tersebut karena saya yakin jika kita mulai mencicipi kue tersebut harga kuenya saat ini tidaklah mahal dengan kenikmatan yang akan kita dapatkan ketika mencicipi kue tersebut, apalagi menikmatinya dengan secangkir kopi atau teh hangat.
Dari warung Pak Hamusah adalah penegas bahwa di daerah Polewali Mandar sangat banyak dan mudah menemukan jajanan oleh-oleh atau sekedar pelengkap kopi dan teh hangat. Di mulai dari golla kambu, kasippi, gogos, baruas, putu, bolu paranggi, dan tentunya masih banyak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline