[caption caption="permen Hopjes (facebook.dok.pri)"][/caption]
Adalah Baron Hendrik Hop, penggemar kopi, yang konon pada suatu hari dilarang oleh dokter untuk meminum kopi. Alih-alih meninggalkan kopi, ia meminta seorang juru masak untuk membuat permen bercitarasa kopi. Dan Theodorus van Haaren, sang juru masak, membuatnya sesuai pesanan. Segera setelah itu, permen Hopjes banyak dikenal orang dan mendunia hingga sekarang (Wikipedia).
Saya pribadi mengenal permen Hopjes saat masih berusia ingusan dan hobi menonton Laura Ingalls di televisi yang masih hitam putih warnanya. Saat itu film Laura Ingalls biasanya diputar bersamaan dengan jam makan siang. Satu hari saat mendengar ibu berteriak memanggil kami untuk pulang, bergegas saya berlari memotong jalan melompati pagar persis di samping rumah dan DAR! Terjadilah peristiwa berdarah itu. Lutut saya tertancap paku!
Bersamaan dengan darah yang mengucur hebat, tangis saya sedemikian memilukan sehingga membuat seisi rumah tergopoh kebingungan. Bahkan sepotong kue dan tawa bahagia Laura Ingalls yang bergulingan dengan anjingnya di taman tak juga membuat tangis saya berhenti. Hingga ibu datang dan memberi sebutir permen Hopjes barulah tangis saya tak terdengar lagi. Mungkin karena butiran permen Hopjes begitu besar untuk ukuran bibir saya saat itu. Rasanya seperti dijejali batu. Dan aroma kopi beserta kisah tentang asal mula barut luka di lutut sepanjang hampir 2 centi itu masih berbekas hingga hari ini ^^
Kemarin, seorang bapak tua yang tinggal di kampung kami berkunjung ke rumah. Di tangannya ia membawa sekantong plastik besar yang berisi permen Hopjes. Saking epic-nya permen itu hingga membuat sang bapak tak pernah bisa move on melupakannya. Jauh sebelum hari raya sengaja ia berburu ke beberapa tempat mencari permen Hopjes. Raut bahagia di wajahnya saat membagi permen-permen itu pada para lansia, termasuk ibu, dan beberapa anak muda. Sesekali terdengar gelak tawanya mengisahkan tentang sejarah mula mengenal permen Hopjes di masa kecilnya.
Meski permen pemberian sang bapak yang saya genggam hari ini bukan sama persis seperti yang pernah saya nikmati puluhan tahun lalu, namun aroma yang ditimbulkannya selalu sama. Tak hanya kopi, namun juga nostalgia. Oleh karenanya adalah benar saat seseorang berkata bahwa kenangan adalah momentum yang tak dapat dibumihanguskan oleh siapa saja, bahkan ketika dibombardir oleh rentengan peluru sekalipun.