Lihat ke Halaman Asli

Find Leilla

librarian

Antara Piala Dunia, Pilpres, dan Jagoan Kita

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Piala Dunia Brasil akan digelar 12 Juni hingga 13 Juli nanti. Sudah terbayang berapa bungkus kopi yang akan saya butuhkan untuk menjaga pelupuk mata agar tetap terbuka demi menonton tim kesayangan bermain di tivi. Seperti kontes bal-balan, demikian pula Pilpres yang juga akan dilaksanakan Juli depan. Masing-masing kita punya jagoan, itu pasti. Pertanyaannya, bisakah kita mengusung setinggi-tingginya yang kita anggap sebagai kandidat juara tanpa menyakiti satu dengan lainnya?

.

Der Panzer adalah tim favorit saya sepanjang masa. Pernah saat piala dunia lalu, satu ketika saya menulis dan aplot gambar tim kesayangan saya itu di halaman muka facebook pribadi. Baru beberapa menit masang status dan gambar, tiba-tiba, ‘ting,’ satu facebook message masuk dari seorang sepupu. Bunyinya, ‘Lupa nenek moyang ya. Dicoret dari daftar keluarga baru rasa.’ Sebentar kemudian satu komen masuk dan saya tau pengirimnya adalah kerabat dari negri kincir angin sana, singkat padat jelas bunyinya, ‘ORANJE.’ Dan dalam hitungan menit bener-bener dibully saya hanya karena memiliki idola yang berbeda. Meski bercanda kesannya, tapilumayan nyelekit juga. Sedemikian lumayannya hingga pada hari yang sama saya sampe harus mengganti profile picture dengan gambar wajah diri yang tengah tersenyum manis menggunakan kaos berwarna oranye, warna kostum tim keramat pilihan ‘keluarga’, Belanda (halah).

Memiliki jagoan yang berbeda, salahkah? Anak TK juga tau jawabannya, tidak. Setiap kepala tentu saja boleh memiliki tim favorit yang diidolakannya. Mau menggelar berbagai status puji-pujian hingga berpenampilan atraktif mendukung salah satu kandidat, sah-sah saja. Sebab menjadi dinamis itu tak berarti harus sama. Setiap orang boleh saja memiliki satu-dua nama yang dielu-elukannya. Seperti juga calon presiden. Mulai kumpulan ibu-ibu di kampung hingga pegawai kantoran sampe OB-pun memiliki jagoannya sendiri-sendiri. Dan itu wajar saja. Akan menjadi sangat membosankan jika mendengar seseorang berbicara hingga berbusa mengagung-agungkan idolanya. Buat dia, semua argumen tentang pilihannya itu benar adanya. Tak terbantah. Setiap temuan adalah ‘fakta,’ dan setiap ‘fakta’ ditelan mentah-mentah hingga tak tau lagidimana letaknya logika. Padahal semuanya hanya sebatas asumsi saja.

Beberapa hari lalu ibu saya berkata, ‘Kalo mom milih Prabowo, gimana?’ Hmm, saya menoleh menatap wajahnya. ‘Prabowo ya?’ Ibu saya mengangguk, dan spontan saya menjawab, ‘Kalo gitu mulai besok kita berteman aja.’ Dan kami pun tergelak-gelak tertawa. Setelah mengetahui bahwa orang terdekat kita memiliki calon yang berbeda, gusarkah kita? Atau seketika itu juga kita medoakannya agar ia diberikan hikmat dan berharap agar ia ditunjukkan kembali ke jalan yang benar? Kok tampaknya berlebihan ya.

Seberapa pun berbedanya pilihan seseorang, hargai. Semakin kita berbicara buruk tentang pilihannya, akan semakin kuatlah pendapatnya. Biarkan masing-masing orang bahagia dengan pilihannya. Kampanye buruk? Setengah buruk? Menyindir? Atau nyinyir? Silakan saja, asal benar pegang teguh etika. Belajar mengenali fakta atau kejadian yang sebenarnya, bukan gosip yang terus diasah biar makin sip. Belajar menyikapi opini dengan dewasa. Jangan ketidaksetujuan dilampiaskan dengan kata-kata yang menyakitkan telinga. Toh tidak ada satu pun calon yang sempurna. Setiap orang memiliki plus minus atau baik buruk catatannya.

Jokowi memiliki visi dan misi Revolusi Mental yang bertujuan mengubah pola pikir masyarakat dari yang negatif menjadi positif. Sedangkan Prabowo dikatakan memiliki berbagai program yang pro rakyat. Apapun pilihan anda atau siapapun yang terpilih nanti orangnya, semoga ia adalah pemimpin yang mampu membawa negeri ini menjadi lebih baik, bukan lebih lucu.

Salam satu putaran Pemilu.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline