Lihat ke Halaman Asli

Find Leilla

librarian

Suara

Diperbarui: 7 Agustus 2021   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1404889376480716131


[caption id="attachment_314731" align="aligncenter" width="300" caption="#GodBlessIndonesia (dok.pri)"][/caption] Pagi benar ibu sudah bersiap merapikan diri untuk turut mengambil bagian dalam pesta demokrasi hari ini. Saya yang masih gelebak gelebek di tempat tidur, susah melek setelah menonton laga Brazil yang dihabisi Jerman 1:7 dini hari tadi, sebentar-sebentar kaget bangun karena mendengar bunyi pintu yang bolak balik dibuka tutup. Daripada terus mendengar langkah kaki ibu yang senewen, bergegas saya cuci muka, berganti baju, dan langsung menuju ke TPS yang berjarak hanya 7 rumah dari kediaman kami.

Jam 9 tepat,  dua lembar undangan pemilihan kami kumpulkan. TPS sepi. Bukan berarti warga tak antusias memilih calon presiden, namun karena prosesinya yang sangat cepat. Mencoblos hanya satu kartu suara dengan dua gambar pasangan yang berbeda tentu jauh lebih mudah ketimbang membuka satu per satu kartu suara seperti saat pilihan caleg lalu. 

 

Keluar bilik suara tersenyum lebar kami, saya dan ibu, bertatapan mata. Betapa tidak, ibu saya pendukung Prabowo, sedangkan saya cinta mati Pak Joko. Serumah, tapi dua kubu suara. Tak masalah. Bagi saya memiliki seorang dekat yang berbeda visi sudah nggak aneh lagi. Sejak memperoleh kesempatan mengikuti Pemilu pertama kali, antara ibu, kakak, dan saya memang nggak selalu sealiran pahamnya. Meski demikian tak pernah ada debat kusir di rumah. Kalo di sosmed hampir di setiap debat Capres berakhir selalu saja diakhiri dengan keributan di kubu A dan kubu B, melihat itu kami malah adem ayem saja. Gimana nggak adem, ibu saya lebih memilih menonton kisah ‘Tukang Bubur Naik Haji’ ketimbang menyoraki salah satu Capres di tivi. Ketimbang menonton satu channel yang hanya mendukung salah satu pasangan calon, kami lebih memilih menonton sinetron atau bahkan channel luar negeri. Untuk bacaan pun saya hanya membawa pulang bacaan berkualitas seperti Kompas dan Tempo. Kami nyaris tak pernah terganggu oleh black campaign salah satu pasangan,  sebab buat kami semuanya pasti merasa benar. Ketimbang terpusing-pusing berada di tengah-tengah pusaran, lebih baik mempercayai hati nurani. 

 

Matahari sudah naik semakin tinggi. Lebih dari jam satu siang ini. Sebentar lagi kotak suara akan dibuka dan mulai dihitung perolehan suaranya. Sebagai warga negara biasa, ada setitik harapan agar siapapun yang terpilih nantinya adalah mereka yang bisa membawa Republik ini untuk bergerak jauh lebih baik lagi. Sebab menjadi pemimpin itu tak semata memperluas kuasa, namun saatnya menunjukkan bahwa suara saja tanpa kerja nyata tak kan ada gunanya. Semoga amanah. God bless Indonesia.

 

Salam satu kali putaran Pemilu.

Salam Kompasiana.

.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline