Lihat ke Halaman Asli

Find Leilla

librarian

Saya dan Satu Kata Toleransi Antar Umat Beragama

Diperbarui: 7 Agustus 2021   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Hari Minggu kemarin, 5 Oktober 2014, tepat pada hari perayaan Idul Adha, seperti biasa saya akan melaksanakan ibadah di gereja. Selagi mempersiapkan tetek bengeknya iseng saya membuka laman Facebook, mencoba melihat kabar baru dari teman dan saudara. Beberapa kali scroll sampailah saya pada satu postingan E100 yang belakangan menjadi buah bibir diantara kami. Tentang permintaan maaf Takmir Masjid Agung, Malang, mengenai gelaran acara sholat Idul Adha yang bertepatan dengan jam ibadah gereja. Dalam berita singkat itu dikatakan bahwa sang Takmir Masjid, Zainuddin Muchit, meminta maaf karena kegiatan sholat mengakibatkan kegiatan ibadah gereja tertunda. Zainuddin dalam pengumumannya dihadapan para jemaah di halaman Masjid Agung mengucapkan permintaan maaf dan mengucapkan terimakasih atas pengertian jemaat gereja GPIB Immanuel yang posisinya berada tepat berseberangan dengan bangunan masjid tersebut.



Setelah membaca status FB itu tanpa pikir panjang langsung saya beri tanda jempol sebagai ungkapan salut. Ucapan seorang pemimpin agama yang sedemikian benar-benar membuat hati siapapun terasa tenteram. Ternyata bukan hanya saya yang berpikiran demikian, ada ribuan bahkan puluhan ribu like yang menyatakan dukungan atas gambaran toleransi yang ditunjukkan oleh dua agama besar di republik ini. Membaca komen-komennya bahkan masih membuat saya berlinang airmata. Terharu. Meski ada beberapa yang menyatakan tidak setuju karena permintaan maaf itu, namun lebih banyak mereka yang menyatakan bahwa sikap sang pemimpin masjid benar-benar teladan yang memberikan pelajaran berharga tentang satu kata 'toleransi antar umat beragama.'


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata toleransi salah satunya adalah sifat atau sikap toleran. Toleran sendiri adalah bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.


Bagi saya pribadi, toleransi adalah mengenai satu hingga beberapa orang yang berbeda latar belakang budaya bahkan agama namun tetap bisa memahami dan menerima kondisi satu dengan lainnya. Toleransi adalah satu kata yang menunjukkan sikap kerendahan hati dan menghormati. Toleransi adalah saat diskriminasi berubah menjadi satu kata menerima sepanjang tak melanggar norma dan etika pada umumnya. Sebegitu dekatnya saya dengan kata toleransi ini bukan tanpa alasan. Orang seringkali salah menebak latar belakang agama saya hanya dengan melihat satu nama ‘Leilla’. Tidak salah, itu nama pemberian ayah saya yang notabene adalah seorang muslim. Namun seringkali orang tak melihat nama belakang saya yang jelas diberikan oleh ibu yang seorang Kristiani. Dengan dua darah yang mengalir dalam tubuh ini, jangan lagi bertanya berapa banyak toleransi yang saya miliki. Bahkan dengan berbekal satu kata ‘toleransi’, saya dan ibu lebih memilih untuk terlibat dalam pelayanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di kampung yang jelas tak berbasis pada satu aliran agama tertentu ketimbang fokus pada satu pelayanan di gereja. Toleransi bagi saya adalah harga mati. Karena toleransi bagi saya adalah darah ke-dua orangtua saya. Berbeda, tapi tetap harus menghargai satu dengan lainnya.


Ada begitu banyak kisah tentang toleransi di negeri ini. Meski tak semua berjalan dengan mulus, namun satu hal yang pasti bahwa jika sedari kecil kita dibesarkan dengan rasa curiga, bagaimana kita bisa menjamin bahwa kelak seseorang bisa memiliki sikap toleran terhadap sesama saat ia remaja bahkan hingga di usia senja. Jika sedari usia kecil kita dibesarkan dengan amarah terhadap orang lain yang memiliki latar belakang suku, agama, budaya, yang berbeda, bagaimana mungkin kita berharap bahwa kelak saat dewasa bisa menjadi seseorang yang penuh kasih terhadap sesama. Sebab sejatinya Tuhan membekali manusia dengan cinta kasih di dalam hatinya. Dan kebencian bisa bertumbuh dan berakar hanya jika diberi lebih banyak pupuknya.


Salam toleransi antar umat beragama.

Salam Kompasiana.

.

Berita terkait : http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/10/141009_toleransi_masjid_gereja_malang

E100 adalah situs resmi facebook radio Suara Surabaya FM yang berlokasi di kota Surabaya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline