Lihat ke Halaman Asli

Merrie, Merrie, O Merrie

Diperbarui: 27 Februari 2019   15:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sussurrosegritos.tumblr.com

Mungkin kau pernah seperti aku. Terperangkap di suatu sore dengan cara yang asyik sekaligus membingungkan. Ini mengenai Merrie, adik perempuanku yang sedang tumbuh, mengalami haid pertama, uring-uringan dengan jerawat-jerawat kecil di dahi dan juga kulitnya yang mulai sering mengilap. Sementara tugas kuliahku menumpuk, celoteh Merrie mengenai hal-hal yang dialaminya sepanjang minggu terasa tidak habis-habis. 

Aku harus membelah diriku menjadi dua sekarang. Satu bagian akan kubaktikan untuk nilai-nilai mata kuliahku yang mulai mencemaskan, dan satunya lagi akan kududukkan persis di depan Merrie, secara khidmat mendengarkan semua keluh kesah mengenai masa transisinya. Remaja selalu berkaitan dengan masalah dan masalah, kau tahu maksudku kan? 

Sebelumnya, aku tak mengira bahwa ibu akan memiliki bayi lagi. Kukira aku akan menjadi anak tunggal yang kesepian sepanjang hidup, yang hanya bisa merana jika seseorang bercerita mengenai saudaranya yang keren, atau penasaran saat mereka bilang, bahwa berbagi kamar dengan saudaramu akan menjadi hal yang seru atau runyam sekalian. 

Lalu aku terlonjak senang melihat bayi Merrie di ayunan. Usiaku delapan tahun saat itu dan hidup sendirian tanpa adik atau kakak bukan pilihan yang bagus. Apalagi Merrie sangat mudah untuk dicintai. Dia menggemaskan sepanjang waktu, bahkan ketika belum mandi sekalipun. Aku menyukai segala tentangnya, bubur bayi yang berlepotan di pipinya, jari-jari mungilnya, sarung bantalnya yang berbau chamomile.. 

Tapi Merrie tak akan menjadi bayi terus menerus bukan? Dia adalah manusia, yang tumbuh , mengalami siklus. Dan aku telah berada di satu titik, seorang kakak perempuan yang kuharap cukup keren untuknya, berada di kamar ini, sore ini, dengan bertoples-toples jeli dan kacang yang tak pernah mau disentuh lagi oleh Merrie karena alasan hormon. " Kau tahu kak, jerawat itu menghantuiku setiap pagi. 

Aku telah mengoleskan salep milikmu yang berbau kamar mayat itu tapi tidak berhasil, sori kak. Saranmu tidak manjur. "matanya mengerjap sedih, dan meraih setoples kacang untuk dicibir. Mungkin kacang telah menjadi musuh resmi baginya. Aku berusaha untuk mengatakan sesuatu yang menandakan simpati tapi kedengarannya malah aneh. Ini dikarenakan tugas-tugas kuliahku belum selesai, namun menolak Merrie yang rewel atas hidup barunya sebagai remaja bukan ide bagus. Merrie adalah jenis cewek yang tak tertolak. Ia mendapatkan apapun yang diinginkan, tak terkecuali kakak perempuannya yang sedang berusaha menggubris dua hal sekaligus. " Katakan kak, bagaimana kau bisa begitu cantik dan menyenangkan?" Oh, aku tak sedramatis itu, kok. 

Tampaknya Merrie juga lupa, bahwa aku tidak memiliki pacar seorangpun saat ini, bahkan penggemar rahasia, aku berani bertaruh untuk itu. Jika aku secantik yang ia katakan, maka menurutku malam minggu ini aku tidak akan berada di kamar bersamanya, menyibukkan diri dengan tugas kuliah, melainkan seharusnya ada di sebuah tempat romantis bersama seseorang yang spesial, makan malam spesial atau apalah. 

Tapi aku tak ingin membuat hati Merrie mengerut atau senyum itu luntur dari wajahnya. Tidak. " Baik, Merrie, kau cukup menjadi dirimu sendiri, itu saja." Merrie ber-hmmm.. seolah tak puas dengan jawabanku. Tentu saja tidak, karena aku pun begitu, bahkan aku berharap kalimat klise tadi tak pernah terlontar untuk adik remajaku. Malangnya.. " Kalau begitu, akupun telah menjadi diriku sendiri, setiap hari, dengan masalah hormon, teman yang usil, cowok-cowok basket.." Tunggu. Dia bilang apa? " Cowok, katamu tadi?" potongku. 

Aku bertanya dalam hati apakah Merrie telah meminum pil kolagen dengan botol bergambar wanita cantik berkulit sehalus beledu milik ibu sehingga efeknya seperti ini. Tidak seharusnya gadis seumuran dia memikirkan cowok. Belum. Dan Merrie mengatakan itu tanpa ragu-ragu di depanku, seolah aku ini boneka beruangnya yang tidak akan bereaksi atas apapun. Merrie mengangguk. 

Ia balik menatapku tak percaya, saudari satu-satunya dengan pemikiran kuno, lurus dan keras  seperti  sapu ijuk. " Kenapa sih?" Merrie mengernyit. Aku bingung sekarang. Seperti seorang wanita yang bingung akan memilih baju apa untuk dipakai pada kencan pertama. Yang pada akhirnya wanita itu memilih mengenakan celana kulit bertutul-tutul dengan atasan wool kuning menyala di hari yang panas. 

Itu cara yang cukup konyol untuk mendapatkan pasangan kencanmu tertawa tergelak-gelak sampai mati. " Bagus. Itu tandanya kau normal. " Tidak ada jawaban lain. Bilang aku bodoh sekarang. Aku bodoh, bodoh, bodoh. Aku melirik Merrie yang sedikit berjerawat.  Dia tidak jelek sama sekali dengan itu. Bahkan aku mau memilikinya satu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline