Kedai 'Mie Tua' di pojok jalan adalah satu-satunya yang pria itu tahu, kemana kakinya harus melangkah jika lapar menyerang. Bukan karena lelaki itu penggila mie, bukan juga karena tidak ada kedai yang lebih enak lagi selain Mie Tua di kota kecil ini, namun lebih karena persoalan kantong.
Si lelaki mendapatkan bahwa kedai itu memiliki satu kelebihan dibandingkan kedai-kedai lain, sepanjang yang ia tahu. Lima mangkok mie yang bisa dihabiskan oleh satu orang pelanggan dalam hitungan 10 menit, maka ia tak perlu membayar untuk apapun.
Maka hari ini, setelah seminggu si lelaki tidak menyambangi kedai Mie Tua karena suatu urusan di luar kota, (lelaki itu selalu pulang ke desa ketika panen cengkeh berlangsung) adalah saat yang benar-benar tepat untuk menjejali ususnya dengan lima mangkok mie gratis.
Dan di sinilah si lelaki duduk.
"Lima !" teriaknya pada pelayan. Biasanya, setelah itu para pengunjung kedai langsung menyambutnya dengan bertepuk tangan. Namun kali ini si lelaki heran, karena alih-alih antusias, mereka, sebagian pengunjung kedai mie malah menatapnya dengan heran.
"Hei bung, mie di tempat ini sudah tidak gratis lagi." tegur salah seorang pengunjung.
Si lelaki terkejut mendengarnya. " Apa benar begitu?"
"Ya, bung. Tanyakan pada pelayan, sebelum kau benar-benar harus membayar atas lima mangkok yang kau kira gratis itu."
Si lelaki mengerutkan kening. Apa alasannya? Bisiknya dalam hati. Baru seminggu ia meninggalkan kota kecil ini dan peristiwa besar terjadi. Oya, jelas. Baginya ini peristiwa besar. Jika seseorang memiliki persoalan keuangan akut, maka ketika ' yang gratis menjadi tidak gratis lagi ' adalah sebuah masalah.
"Chen, ini tidak benar. Aku, maksudku ..mengapa kedai ini menghentikan sesuatu yang sudah bagus? " kata si lelaki pada anak pemilik kedai yang selalu duduk di belakang meja kasir.
"Bagus, katamu? Kami rugi belakangan ini gara-gara kebijakan promosi yang tidak masuk akal. Maka setelah nenek kami meninggal, tidak ada lagi yang bisa menghalangi kami untuk menjalankan bisnis secara akal sehat." jawab anak pemilik kedai dengan ketus.