"Duduklah," kutunjuk sisiku untuknya.
Dijatuhkannya dirinya dekat pada batang trembesi yang mulai jatuh satu-satu rintiknya.
Aku menatapnya dalam kelam. Rintik mulai tak bersahabat, menderas. Kuusap pipinya yang mulai basah, entah oleh rintik alam atau rintik dari hatinya.
"Mengapa dulu kamu pergi?" tanyanya
Kugenggam 10 jemarinya.
"Maafkan aku,"
"Mengapa?"
Aku tak kuasa berkata. Kurengkuh pundaknya. Kujatuhkan kepalanya pada bidangku, di bawah trembesi yang mulai ramai rintiknya. Bersama rintik hati milikku.
"Tahukah kamu, apa yang terjadi setelahnya?" tanyaku
Dia hanya terdiam. Tetap menyembunyikan kepalanya pada dadaku.
"Aku rindu," kataku. Pelukan itu semakin kupererat disertai tangisan.