Perkembangan ekonomi pada globalisasai saat ini sangatlah pesat. Informasi perekonomian mudah diakses dan dapat diketahui banyak orang tentang semua hal yang bersifat umum. Setiap negara menggunakan tingkat ekonomi sebagai tolak ukur suatu keberhasilan di suatu negara.
Perkembangan ekonomi ini tentunya tidak terlepas dari peran perusahaan yang melakukan pembangunan ekonomi di setiap negara. Oleh sebab itu, perusahaan diwajibkan mampu menyajikan laporan keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku dan dilengkapi dengan transparansi, terlebih pada perusahaan berskala besar. Hal ini dikarenakan laporan keuangan mencakup informasi yang dapat menggambarkan keadaan perusahaan dan berfungsi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan baik untuk pihak investor (eksternal) maupun manajemen (internal).
Dunia investasi di Indonesia dikejutkan oleh pengumuman yang dilakukan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya yang menyatakan ketidakmampuan membayar klaim polis nasabah sebesar Rp 12,4 triliun. Penyebab kegagalan PT Asuransi Jiwasraya dalam membayar klaim nasabah.
Penyebab kegagalan membayar ini adalah adanya salah satu produk Jiwasraya yakni JS saving Plan. Produk ini menjanjikan tingkat imbal hasil yang tinggi, bahkan lebih tinggi dari tingkat bunga deposito yang berlaku saat itu, namun dana yang diperoleh dari produk ini diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah. Reksadana menempatkan dana yang disebut di atas pada saham-saham seperti PT Trikomsel Oke (TRIO), PR Sugih Enegy (SUGI) dan PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP).
- Pada Desember 2019, dunia investasi di Indonesia dikejutkan oleh pengumuman yang dilakukan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya yang menyatakan ketidakmampuan membayar klaim polis nasabah sebesar Rp 12,4 triliun.
- Bulan Januari 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap kerugian yang diderita Jiwasraya dari perdagangan saham sebesar Rp 6,4 triliun.
Hal ini yang diduga menjadi penyebab kegagalan PT Asuransi Jiwasraya dalam membayar klaim nasabah. Penyebab kegagalan membayar ini adalah adanya salah satu produk Jiwasraya yakni JS saving Plan. Produk ini diluncurkan pada tahun 2015. Produk ini menjanjikan tingkat imbal hasil yang tinggi, bahkan lebih tinggi dari tingkat bunga deposito yang berlaku saat itu, namun dana yang diperoleh dari produk ini diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah. Reksadana menempatkan dana yang disebut di atas pada saham-saham seperti PT Trikomsel Oke (TRIO), PR Sugih Enegy (SUGI) dan PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP).
Kinerja keuangan PT Asuransi Jiwasraya sebenarnya sudah mengalami kemunduran sejak tahun 2002, bahkan di tahun 2006 Jiwasraya pernah melakukan manipulasi laba sebagaimana yang pernah diungkap oleh BPK, Tahun 2014 meskipun kinerja keuangan Jiwasraya tidak mengalami kenaikan, namun Jiwasraya memberikan sponsor kepada salah satu klub sepak bola dunia yaitu Manchester City.
Kondisi kinerja perusahaan semakin memburuk dan untuk memperbaikinya perusahaan meluncurkan suatu produk yang diharapkan akan menaikkan kinerja perusahaan, yakni JS saving Plan pada tahun 2015 namun sebagaimana disebutkan di atas, penempatan dana dari produk ini tidak dilakukan pada instrumen-instrumen investasi yang berkualitas. Tahun 2017, PT Asuransi Jiwasyara kembali mendapatkan opini tidak wajar dari BPK akibat adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun.
Akhir tahun 2018, PT Asuransi Jiwasraya (AJS) kembali membukukan kerugian unaudited sebesar Rp 27,2 triliun. Pemegang polis tidak dapat memanfaatkan/mencairkan polis asuransinya, menurunnya minat masyarakat berinvestasi melalui asuransi dan mengurangi sumber dana investasi yang berasal dari industri asuransi.
Apabila praktik yang terjadi di AJS juga merembet dan terjadi pada perusahaan-perusahaan asuransi lainnya, dikhawatirkan akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga asuransi (yang sangat mengandalkan kepercayaan untuk kesinambungan usahanya), yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi.