Lihat ke Halaman Asli

Dari Balik Jeruji Pagar

Diperbarui: 25 Agustus 2020   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Dari balik jeruji pagar, saya duduk menikmati kendaraan yang lalu lalang. Dari sekian banyak yang lewat, selalu saja ada yang bikin gatal kepala. Bersamaan itu pula, teman-teman nyamuk mulai keluar dari persembunyian mencari darah yang paling manis. Bukannya sombong juga, tapi saya juga jadi salah satu sasaran empuk teman-teman itu. Mereka cukup setia datang menghampiri.

Ditemani lagu-lagu bang Iwan Fals, saat-saat semacam ini adalah kepuasan santuy yang paling hakiki. Meski sejenak kepala saya gatal dengan anggota keluarga yang mulai tak akur. Kepala saya gatal oleh keponakan yang sudah mulai nakal. Kepala gatal sebab kekasih yang kabur dalam berkabar. Dan gatal-gatal lain yang susah dihalamankan tapi bikin rasa kabur.

Dari balik jeruji pagar, kepulan asap rokok tetangga menyusup masuk ke hidung. Perlahan mulai sepi. Beberapa orang yang lewat menegur saya. Hendak memberi kode kalau mereka menghargai anak kompleks sekitar. Padahal saya belum genap sebulan di tempat ini. Saya pun mengiyakan saja, bergaya bak sesepuh kompleks yang suka nongkrong di pos saat warga mulai lelap bersama kasurnya.

Aroma gelap makin nakal menjulur menyita mata. Saya tak rela bangun dari kedudukan yang nyaman ini. Saya menyesal kalau telah membuat janji yang tak sampai. Janji kepada yang tak bertuan. Ibarat angin malam yang tak tahu kemana perginya dan menagih ketika sudah sepoi-sepoi.

Waktu sehari yang nyaris habis. Saya sempatkan membaca pesan WA. Ada yang menanyakan kabar. Ada yang iseng menyebarkan berita manuver dari kampung. Dan pesan-pesan biasa yang selalu menarik perhatian.

Dari balik jeruji pagar. Tanggal sedikit lagi berganti. Lampu rice cooker telah berpindah, pertanda nasi sudah matang. Kesendirian berangsur pulih menyambut warga yang akan memenuhi 'kampung tengah'. Kecewa boleh saja, asal tetap makan. Supaya bisa kuat hadapi segala yang belum sampai.

Waktu ini sedang berjalan. Saya terbawa dalam putaran. Ditendang lalu dirangkul. Diasingkan lalu kembali disatukan. Begitulah adanya.

Sejauh ini, utuhkanlah rasa ini dan sehatkan selalu kepala yang suka gatal!

bersambung....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline