Saya menuliskan artikel ini, untuk menggugah kesadaran sekaligus menyulut kekhawatiran kita bersama tentang masa depan intragenerasi atas fakta terjadinya kerusakan alam akibat sikap antroposentris, dan developmentalism.
Dua sikap yang cenderung dilakukan secara searah yakni mendorong pertumbuhan atas nama dorongan keinginan mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang tak terukur, disebabkan karena sikap egosentris, yang memandang dan menghargai alam saat mereka memberikan manfaat ekonomi. Sebuah sikap yang sangat membahayakan, terutama jika kita bicara tentang nasib bumi ke depan.
Kritik terhadap kenyataan tersebut memunculkan kesadaran masal untuk menghentikan cara cara pendekatan developmentalism yang radikal, termasuk didalamnya faham kapitalisme.
Dalam ulasan kali ini, saya mencoba mengangkat isu isu yang berkaitan dengan enviromental ethic, salah satunya faham yang menjadi kritik atas sikap di atas yakni ekofeminesme.
Dikutip dari Wikipedia, ekofeminisme adalah suatu faham tentang keterkaitan antara perempuan dan alam semesta terutama dalam ketidakberdayaan dan ketidakadilan perlakuan kepada keduanya. Istilah ekofeminisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Franoise d'Eaubonne. Dalam penerapannya, ekofeminisme menerapkan etika kepedulian untuk mewujudkan keadilan sosial secara ekologis, mengutamakan nilai feminitas.
Telah menjadi rahasia umum bahwa perempuan seolah ditakdirkan menjadi objek eksploitasi, objek ketidakadilan, bahkan objek penindasan oleh kaum laki laki. Perempuan selalu digambarkan sebagai objek tak berdaya dan harus menerima konsekwensi ketidakadilan untuk memuaskan keinginan kaum patriarki. Budaya matriarki, seolah harus terjerembab pada dominasi budaya patriarki yang menonjolkan sikap superioritas kaum laki laki.
Perempuan dan Alam
Keterkaitan antara nasib yang diterima kaum perempuan, sama halnya yang terjadi pada alam. Sebagaimana perempuan, alam telah menjadi objek eksploitasi tak terkendali.
Jika, perempuan seringkali menjadi objek eksploitasi kaum patriarki, maka alam adalah objek ekploitasi kaum kapitalism yang mendewakan faham antroposentrik. Alam akan dihargai hanya jika memberikan nilai manfaat ekonomi, sementara jasa lingkungan yang ada tidak pernah terfikirkan. Ekspolitasi sumber daya alam dan lingkungan terus terjadi, bahkan penguasaan nilai ekonominya tersentralistik pada kaum oligarki.
Bukti bukti kerusakan alam, yakni degradasi kualitas lingkungan global, menurunnya kuantitas dan kualitas sumber daya, baru disadari saat era industrialisasi mulai kehilangan bahan baku dan perubahan iklim global telah membawa kekhawatiran bersama terkait ketersediaan pangan dan sumber daya strategis lainnya.