Lihat ke Halaman Asli

Kang Chons

Seorang perencana dan penulis

Enam Belas PR Besar Mendulang Devisa Ekspor Lobster Budidaya

Diperbarui: 21 Juli 2020   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Masih bicara tentang lobster, si "berlian". Kali ini saya ingin sedikit mengulas bagaimana pekerjaan rumah Pemerintah mendorong industri budidaya lobster nasional ini memang tidak mudah. Ada setumpuk tantangan besar yang harus dibenahi, tentu dengan komitmen tinggi, dan kerjasama yang solid.

Kalau kita bicara ekonomi lobster, saya ingin beri gambaran data International Trade Center (ITC) yang mencatat bahwa market share untuk lobster ukuran konsumsi (semua jenis) mencapai 206.310 ton dengan nilai mencapai 4,5 milyar USD. 

Ternyata China bukan satu satunya tujuan ekspor dengan market share tertinggi. Data ITC (2019) menyebut China berada diurutan ke dua setelah USA dengan memberikan share sebesar 20% terhadap total kebutuhan lobster dunia, USA sebesar 26%, disusul Kanada (14%), Perancis (7%) dan Itali (6%). 

Artinya, jika kita masih setengah hati berkompetensi dengan Vietnam yang menguasai market share China, sebenarnya kita bisa melakukan ekspansi pasar lain di luar China. Ada banyak pasar potensial yang bisa jadi tujuan ekspor baru.

Catatan data ITC (2019) juga menunjukkan bahwa tahun 2019 ekspor lobster konsumsi asal Indonesia mencapai 1.609 ton dengan nilai mencapai 29,57 juta dollar USD, sementara Vietnam sebanyak 1.440 ton dengan nilai mencapai 23,46 juta dollar USD. 

Namun catatanya perlu diketahui, bahwa Vietnam mengekspor lobster tersebut berasal dari industri budidaya, sementara Indonesia hampir seluruhnya mengandalkan hasil tangkapan alam. 

Ini saya kira yang perlu dipahami bersama, bahwa kita mesti berkaca dari Vietnam, bagaimana mengubah paradigma pengelolaan sumber daya lobster dari hanya sekedar "menangkap" ke arah "budidaya"

Daya Saing Komparatif Indonesia

Bicara potensi, baik lahan pengembangan maupun potensi sumber daya benih, Indonesia sebenarnya punya daya saing komparatif yang tinggi, jauh dibanding Vietnam. Bisa dibayangkan 80% benih untuk kepentingan budidaya di Vietnam berasal dari Indonesia. 

Kalau saja, kita konsisten menyetop ekspor benih, maka otomatis ambruk industri budidaya Vietnam. Sayang, kita terlalu berbaik hati. Belum lagi, aktivitas KJA di sana telah melampaui daya dukung perairan yang ada, dan ini akan jadi bumerang jika tidak mampu dikendalikan. Belum lagi, ada testimoni bahwa Vietnam seringkali melakukan tindakan "unfair" dalam perdagangan, terutama jika biara foodsafety. 

Saya kira semua ini titik lemah Vietnam sebagai kompetitor utama. Dalam prinsip ekonomi, sekuat apapun engineering efficiency dan preferensi konsumen, jika ditemukan tindakan "unfair", maka akan terjadi distrust dalam perdagangan ekspor dan ini akan memicu economy inefficient.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline