Wabah corona virus yang muncul tiba tiba di Wuhan, China mendadak menggegerkan dunia. Virus baru ini muncul secara tak terduga dan konon lebih mematikan dibanding virus SARS yang juga muncul dari negeri yang sama.
Lebih dari 11.000 kasus teridentifikasi dengan korban meninggal lebih dari 400 jiwa. Virus ini juga menjadikan Wuhan sebagai kota mati karena akses publik sementara ditutup. Mengerikan. Belakangan korban virus ini muncul di beberapa negara, termasuk Malaysia, Singapura yang berbatasan langsung dengan Indonesia.
Baru-baru ini, Pemerintah Indonesia telah memulangkan sekitar 240 WNI yang berada di Wuhan dan saat ini dalam proses karantina di Natuna. Kabupaten Kepulauan yang ada diujung barat Indonesia. Natuna sempat geger, karena ada sebagian warganya justru melakukan eksodus ke luar Natuna.
Kekhawatiran masuknya virus corona ini ke wilayah NKRI, membuat Pemerintah mengeluarkan larangan sementara penerbangan dari dan ke China, mencabut sementara aturan bebas visa dan melarang turis asal China masuk ke Indonesia.
Belakangan Pemerintah juga tengah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara perdagangan ekspor - Impor dengan China guna mengantisipasi adanya carier corona virus masuk ke wilayah NKRI.
Langkah Pemerintah dinilai wajar, sebagai bentuk tanggungjawab perlindungan terhadap kesehatan warga negara. Aturan main ini juga fair sebagaimana yang tertuang dalam sanitary and phytosanitary (SPS) agreement yang disepakati negara negara anggota WTO (world trade organization).
Bahwa dalam hal perdagangan, negara punya hak untuk melakukan langkah-langkah untuk melindungi keamanan dan kesehatan termasuk perlindungan dari bahaya yang mengancam kesehatan warganya. Tentu atas dasar fakta dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Rencana Pemerintah inipun belakangan ditanggapi serius oleh Dubes China untuk RI. Seperti dilansir media nasional, Dubes China Xiao Qian dalam konferensi persnya memperingatkan Indonesia akan dampak negatif hubungan dagang RI - China jika aturan tersebut diberlakukan.
Dubes China menyebut, Indonesia akan jauh banyak dirugikan mengingat ekspor RI ke China yang dominan dibanding impor. Pun halnya di sektor parawisata, tercatat 2 juta wisman asal China datang ke Indonesia setiap tahunnya. Intinya Indonesia akan banyak kehilangan potensi devisa dan tentu akan memicu defisit neraca dagang yang kian dalam.
Pertanyaannya: benarkah demikian?
Sebagai seorang birokrat yang bergelut dalam sektor perikanan, menarik hal ini untuk ditelaah lebih lanjut mengenai sejauh mana imbasnya terhadap kinerja ekonomi di sektor ini.