Jika saat ini, saya bertanya pada Anda tentang satu kata "Laut", lantas apa yang tiba-tiba Anda pikirkan pertama kali dalam benak Anda? Pertanyaan ini, sengaja saya lontarkan untuk merangsang, sekaligus memancing orientasi berfikir Anda secara cepat, tentang "laut saat ini".
Tentu saya berharap bagaimana Anda bisa melihat peran laut bagi kelangsungan hidup kita, dan bagaimana fakta yang terjadi dengan laut kita saat ini. Jika saja jawaban Anda sedikit menyinggung satu diantara jawaban yang saya harapkan tadi, maka saya anggap Anda punya kepekaan terhadap alam dan lingkungannya.
Sebagai negara kepulauan (archipelago state), Indonesia dikelilingi 2/3 wilayah laut terdiri dari 3,25 juta km2 luas lautan, dan 2,55 juta km2 sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Hamparan laut tersebut memiliki potensi sumber daya yang sangat besar. Tak hanya itu kondisi strategis geografis Indonesia sebagai bagian segitiga karang dunia (coral triangle) telah menjadikan Indonesia sebagai the world megabiodiversity.
Nilai ekonomi sumber dayanya baik direct used value maupun in-direct used value sudah tak mampu di gambarkan. Nilai ekonomi langsung sumber daya dan jasa laut Indonesia diperkirakan mencapai 2,5 trilyun USD (Hartriani, 2017 dikutip dari www.katadata.co.id).
Saya kemudian menghitung asumsi potensi nilai ekonomi khusus untuk subsektor akuakultur saja bisa mencapai 250 miliar dollar per tahun. Itu baru kita ngomong potensi nilai ekonomi langsung.
Lantas bagaimana jika kita lakukan valuasi ekonomi tidak langsung seperti jasa lingkungan? Tentu tak terbayangnya nilainya.
Baik, saya kali ini tidak membahas laut dalam konteks ekonomi sumber daya, namun saya akan fokuskan bagaimana melihat laut dalam konteks dimensi ekologi. Ini penting, karena sebagian besar manusia dibumi tak memahami, dan atau bahkan tak mau memahami bagaimana nilai strategis eksistensi laut secara ekologis.
Ironisnya, pandangan ini luntur seiring sikap antropisentris yang begitu dominan. Oleh karenanya, saya ingin mencoba menggugah kesadaran kita semua untuk men-transformasi cara pandang kita terhadap laut dari semula dari kacamata antroposentrisme ke kacamata biosentrisme atau ekosentrisme.
Masyarakat global kemudian mulai sadar bahwa laut sebagai penopang kahidupan makhluk bumi keberadaannya sudah terancam.
Singkatnya, laut kita saat ini sedang sakit. Itulah kenapa PBB dalam ajang Earth Summit di Rio de Janeiro, Brasil, mengesahkan 8 Juni sebagai hari laut sedunia.