Lihat ke Halaman Asli

Terdampar

Diperbarui: 23 Maret 2019   05:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

''Hari ini ada luapan gembira, tapi ada juga yang menangis. Untuk kalian, baik yang berhasil maupun gagal, ini bukan akhir segalanya.''

''Puji Tuhan, selamat ya Nak, tidak sia-sia perjuanganmu.'''


''Akhirnya, kamu berhasil. Selamat anakku. Tetap rendah hati, ya.''


Hari ini laman facebook ramai dengan ucapan syukur. Orang tua yang anaknya berhasil masuk perguruan tinggi negeri yang diidam-idamkan melalui jalur undangan, langsung meluapkan kegembiraannya di media sosial. Banyak teman dan saudara yang mengirim komentar. Ikut bergembira, mengucap selamat, dan lain sebagainya.


Sebuah perjuangan baru saja selesai. Setelah tiga tahun berjibaku di bangku sekolah menengah atas, mengikuti bimbingan belajar yang ketat, akhirnya semua terbayarkan. Tak hanya orang tua, anakpun ikut bersyukur. Lelah terbayar sudah.


Tapi, Nak, bukan berarti perjuangan selesai. Itu bukan sebuah akhir tapi justru dimulainya perjuangan baru. Masuk perguruan tinggi negeri, tentu saja menjadi idaman semua orang, baik orang tua maupun seorang anak. Selain lebih bergengsi, biaya kuliah jauh lebih murah. Nah, di sinilah letak perjuangan barunya: menyelesaikan perkuliahan sampai empat tahun ke depan.


Kuliah tidak sama dengan masa-masa SMA. Ketika SMA, masih ada peraturan-peraturan yang mengungkungmu. 

Baju seragam, datang ke sekolah tidak telat, rambut tidak boleh gondrong buat laki-laki, rok tidak boleh terlalu pendek bagi perempuan, memasukkan baju ke dalam celana dan rok, dan berbagai peraturan lainnya. Peraturan-peraturan itu, meski terkesan menyebalkan, tapi sedikit banyak membantumu untuk disiplin, bisa mengatur waktu antara belajar dan bermain, dan menjadi orang yang rapi.

Di kampus, semua itu sudah tidak ada, Nak. Kamu bisa berambut gondrong, mengkuncirnya supaya terlihat seperti seniman. Bajumu pun bebas, bisa pakai kaos lecek sekalipun, celana jeans, sepatu kets, dan masuk ke ruang kuliah telat. Tentunya, kamu harus pintar-pintar melihat situasi karena ini sangat tergantung pada dosen yang sedang mengajar.

Ada dosen yang hanya memberi tenggang waktu 15 menit untuk telat. Tapi ada juga dosen yang tidak peduli kamu datang menjelang kuliah selesai. Baginya, kamu sudah dewasa, bisa memilih mau datang tepat waktu atau menjelang kuliah selesai. Toh, yang rugi juga kamu.

Di situlah Nak, tantangan pertamamu, berubah dari seorang siswa SMA yang manis, meski karena terpaksa, menjadi seorang mahasiswa yang diberi kebebasan. Kalau kamu tidak segera beradaptasi, bisa jadi kamu keteteran di jalan. Dari sisi akademik, kamu mungkin tak punya masalah. Bisa masuk ke perguruan tinggi negeri, mengalahkan puluhan ribu orang yang berebut satu bangku, adalah bukti kamu akan bisa mengikuti pelajaran dengan baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline