Lihat ke Halaman Asli

Pernikahan Gerhana (4)

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Satu minggu kemudian saya dan Janet sudah siap dijemput oleh Rio, Paman Ah Sin untuk menuju stasiun kota. Kereta api. Satu alat transportasi baru kembali saya kenal. Buku-buku perantara  sudah saya jadikan satu. Semua sudah saya tulis disitu. Sebenarnya 2 pekan lagi kak Annie akan ke kota tapi waktu tidak bisa menunggu. Kepada boss dan Tan Yin Yang saya mengatakan akan berhenti dulu selama 1 tahun. Itu maksimal.

Perjalanan menuju desa Wacola menurut Janet sebenarnya hanya memakan waktu setengah jam di atas kereta namun kereta akan berhenti kurang lebih setengah jam di stasiun kecil yang berada di pinggiran hutan. Sehingga menambah waktu perjalanan. Sampai di stasiun desa Wacola, perjalanan kami lanjutkan dengan naik angkutan desa. Di sebuah perempatan kami berhenti dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

" Lumayan, Janet...." kataku.

" Sudah aku katakan dari kemarin, bukan?"

" Iya, sih." kataku sambil mengelap peluh di dahiku. Jalanan sepi hanya suara burung yang melengking dari atas pohon di sisi kiri dan kanan  jalan.

" Janet, mengapa suasana sepi ini tidak pernah masuk ke dalam tulisan para penulis tentang Wacola, ya ?" tanya saya iseng.

"Sepi lebih sering bersahabat dengan para penulis puisi bukan penulis reportase tourism atau pariwisata."

"..Atau kamu mau memulainya, Janet ?"

" Ada usul ? Tentang?"

"Mmmm, misalkan ...kau tidak perlu melengking untuk menyuarakan cintamu..."

"Sam tidak pernah melengking. Tidak tahu kalau Hendry-mu ha ha ha !"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline