Lihat ke Halaman Asli

Jatuh Cinta Lagi (3-Selesai)

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Cinta adalah  sebuah perasaan yang mendorong inspirasi, jiwa dan arah serta tujuan hidup ke sesuatu yang sifatnya “spiritual”. Apresiasi dan penghargaan terhadap keindahan cinta juga menghasilkan keindahan cinta. Tidak lepas dari kemudian berakhir dari apa yang disebut dengan “kesucian”. Benar-benar sangat suci, sakral, dan dipenuhi dengan aroma spiritual yang sangat mendalam, dahsyat, dan luar biasa.

Love is a sense that encourage inspiration, soul, aim and purpose of life toward which naturally spiritual. The appreciation and aknowledge of love representing the beauty of love. Pure, sacred, and fulfilled with “in depth, remarkable, and tremendous” spiritual sensation".( Mariska Lubis ; Bilikml@Wordpress.com,2010)

Profile picture D yang diganti dengan fotonya yang memakai pakaian Arabian mengundang berbagai komentar dari para sahabatnya. Salah satunya adalah komentar dari S, "Excuse me sir, the royal prince says he does not like your face. Please, move away !" ha ha....Tidak bisa dipungkiri saya yang memakai jilbab akan dikaitkan dengan hal-hal yang berbau Arab dan ketika saya melihat bagaimana D dan S sengit beradu argumen tentang sebuah video yang berasal dari jazirah Arab saya pun penasaran ikut membuka video tersebut. " D, aku tidak tahu mengapa kamu mengatakan demikian. Betul apa yang dikatakan oleh temanmu itu, aku melihatnya saat pemain itu bergerak pelan ke depan dan kamera menyorot dekat dari samping", itu komentar yang saya kirim ke inbox D. Apa komentar S di bawah foto Arabian D kemudian ? S menulis, *deep breath*She's your quuuueeeennnn to beeeee ". Saya yakin kalimat itu untuk saya karena ada deep breath-nya, he he..

Batuk dan cinta tidak bisa ditutupi. Setidaknya itu yang terjadi kemudian karena saya memilih berjuang untuk melupakan namun justru saya makin ingat pada D, maka akhirnya saya pun memilih untuk mengalir saja. Tidak saya sangka saya pun berani mengatakan pada Ibu saya bahwa saya sedang jatuh cinta pada seseorang. " Siapa dia ?" Tanya Ibu saya. Saya hanya menjawab, "Ada dech...!" Namun senyum dan roman suka cita saya pun segera berganti." Bu, dia seorang Kristiani..", Jawab saya dengan berbisik. Ibu saya deep breath sambil menatap saya teduh namun tajam. Komentar keras justru datang dari kakak perempuan saya. Ia berkata," Dulu, aku menolak 3 orang non-muslim. Mereka anak kampus, ganteng, kaya, salah satu dari mereka alumnus universitas di USA...Bahkan aku berprinsip tidak akan menikah jika harus menikah dengan non-muslim. Mengapa kamu, adikku tidak mencontoh kakakmu ini ?" Demikian keras tanggapan kakak perempuanku yang sekarang telah menikah dengan duda keponakan seorang profesor itu. " Dia beda...Dia tahu dan paham agamanya. Dia Magister Theology dan saya tidak bisa mencegah diri saya untuk tidak mencintainya," Jawab saya dalam hati. Terus terang semakin banyak yang saya katakan justru akan makin menyulut kemarahan, maka saya memilih untuk diam.

Saya pun membuat sebuah coretan entah puisi atau bukan untuk D yang menceritakan tentang perbedaan-perbedaan kami termasuk masalah keyakinan. Disitu juga saya sebutkan " ....meski dulu selama 2 tahun saya sempat menjadi trouble maker di sebuah pesantren namun sampai detik ini saya masih merasa sebagai seorang muslim yang baik...". Namanya saya sedang berbicara dengan orang yang saya cintai dan keputusasaan seakan telah membelit perasaan dan hati saya, saya pun menanyakan, " Apa yang bisa aku lakukan untukmu? Tentang mimpi-mimpimu...Aku akan berdo'a  pada Tuhanku dengan sepenuh jiwa untuk memberi semua yang kamu inginkan". D pun menjawab dengan bijaksana....

"As I think about it, I am abundantly blessed, and although there are many things I want in this world, I do not feel it is appropriate for me to ask them from the Lord because He has already generously given me so much ".

Saat saya mengakhiri pesan jawaban dengan salam for you, D justru kemudian menjawabnya dengan pesan yang ia awali dengan salam alkeim dan sejak pesan itulah kemudian saya tidak lagi memandang bahwa Tuhan saya dan Tuhan D berbeda." He is our God".

Apakah anda pernah berpikir selama waktu tertentu sebelum mengambil sebuah keputusan besar?3 hari, 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, atau 4 bulan ? Saya yang pernah berniat untuk mengakhiri masa sendiri saya pada bulan November tahun ini pun agaknya harus siap-siap gigit jari jika ending pertemanan saya dengan D tanpa hasil. Berarti jurus pamungkas saya dengan meng-add WNA berakhir dengan kegagalan. Status Facebook D sendiri sejak hari Minggu yang lalu masih belum berubah, yaitu I've waited all week for family time together only for it to get cut short...again. This is the new norm. Nah, perlukah saya mengambil langkah agar manakala jatuh pun saya masih bisa berdiri tegak dan melanjutkan langkah saya ? Harus ! Selain memohon kekuatan pada Allah, saya pun harus bertindak realistis.

Dulu saya sempat membaca novel karya Paulo Coelho berjudul the Devil and Miss Prym. Novel itu menceritakan tentang sebuah desa bernama desa Viscos dimana setelah kedatangan seorang lelaki yang dikejar bayangan masa lalunya, maka berlangsunglah pergulatan luar biasa dalam waktu tujuh hari yang penuh dengan kejadian. Dan dalam tujuh hari itu orang-orang dihadapkan pada pertanyaan tentang kehidupan, kematian, dan kekuasaan. Desa Viscos sendiri hanya memiliki memiliki 281 penduduk dengan Chantal Prym, si pelayan bar sebagai warga termuda dan Nenek Berta yang menghabiskan harinya dengan berdiam diri duduk di depan rumah sebagai warga tertua. Disini saya tidak memposisikan diri saya sebagai Chantal Prym atau D sebagai lelaki asing yang memicu pergulatan, sama sekali bukan ! Namun saya melihat bahwa memang waktu tujuh hari adalah waktu  yang sangat penting untuk mengambil sebuah keputusan namun yang lebih penting dari itu adalah bahwa hidup akan terasa amat lama atau amat singkat tergantung bagaimana kita menjalaninya.

Dan dalam hal  ini waktu 7 hari sejak tanggal 10 Oktober sampai hari ini tidak ada pergolakan yang berarti bagi saya.Semua berjalan sebagaimana mestinya. Saya tidak tahu apakah ini disebabkan karena faktor usia yaitu usia saya sudah tidak semuda Chantal Prym sehingga gejola-gejolak psikologis  lebih bisa di manage atau apa saya tidak tahu secara pasti.Walau begitu sepertinya tidak cukup dan terlalu egois bagi saya untuk mengenal D hanya untuk kepentingan bulan November saya. Ya,kami harus menjalani lebih banyak waktu untuk dapat lebih saling memahami.Boleh jadi itu 7 hari berikutnya setelah hari Minggu besok, 1 bulan, 3 bulan, 4 bulan, atau bahkan 1 tahun. Kita jalan dan nikmati saja skenario hidup dari Tuhan untuk kita. Dia telah merencanakan yang terbaik untuk kita dan siap memberikannya pada saat yang tepat. Mudah-mudahan D adalah orang yang tepat,amin.Pilihlah! ..atau takdir yang akan memilihkannya untukmu. Ya, saya telah memilihnya. We need a process !

D memang baik, selalu ramah, dan selalu menjadi pahlawan. Ketika terjadi bencana Gunung Merapi meletus di Yogyakarta, tidak lupa ia mengirimkan do’a. Teman saya mengatakan, ” Orang yang terkena musibah tidak cuma butuh do’a, Leah…”. Namun apakah saya kemudian harus merengek agar ada donasi dari D untuk bangsa kita yang bertubi-tubi di coba dengan berbagai bencana alam ? Tidak. Banyak event fundraiser yang D ikuti termasuk pada tanggal 25 Maret yang akan datang. Dari situ saya melihat bahwa ia bukanlah orang yang hanya mementingkan semua yang berbau komersial, ia juga memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline